Untuk bumi yang lestari

Pojok Restorasi| 01 Agustus 2023

Konservasi Kayu Kuku, Kayu Indah yang Kuat

Kayu kuku menjadi pohon endemis Sulawesi. Eksploitas membuat ia hampir punah.

Kayu kuku di cagar alam Lamedae, Kolaka, Sulawesi Tenggara (kiri) dan kayu kuku berusia 10 tahun

SEBAGAI pulau dalam subregion Wallacea, Sulawesi memiliki keanekaragaman hayati endemis sangat tinggi. Salah satu spesies endemik Sulawesi adalah pohon Pericopsis mooniana Thwaiters, yang dalam bahasa lokal dikenal sebagai kayu kuku.

Habitat alami kayu kuku hanya ada di Kawasan Cagar Alam (CA) Lamedae, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. SK. Menhut No. 209/kpts- II/1994 menetapkan cagar alam Lamedae sebagai kawasan untuk melestarikan populasi P. mooniana. Namun kawasan tersebut sebagian telah rusak akibat perambahan dan aktivitas pertambangan.

Pohon kayu kuku termasuk famili Fabaceae (Papilionaceae/Legum), salah satu jenis tumbuhan pohon berkayu yang komersial. Saat dewasa, tinggi pohon kuku 30-40 meter dan diameter batang 35-100 sentimeter.

Spesies ini kayu kuku tumbuh pada jenis tanah regosol yang relatif subur di ketinggian 200-350 meter dari permukaan laut. Karena itu pohon ini bisa ditemui di hutan dekat sungai, tumbuh alami di hutan pantai, hutan di pinggiran sungai. Habitatnya pada tipe hutan hijau sepanjang tahun (evergreen) atau semi deciduous (semi gugur).

Berdasarkan studi dan pengamatan penulis di cagar alam Lamedae, pohon kayu kuku berbuah masak pada Juli-September, mulai usia ± 10 tahun saat tinggi pohon mencapai ± 12 meter dan diameter batang ± 15 sentimeter.

Namun saat umur 10 tahun itu, buah kayu kuku belum bisa dijadikan benih. Daya kecambahnya sangat rendah, hanya ± 40 %. Daya kecambang bagus, lebih dari 75%, ketika usia pohon mencapai 25 tahun.

Kayu kuku berdaun elips, bunga lonjong berwarna ungu kehitaman dan buah bentuk polong (legumen). Buahnya kotak, memiliki ruang biji 1-5, buah matang berwarna kuning kecoklatan.

Berbuah tunggal, tipenya buah kering (siccus) yang memecah (dehiscens), berisi lebih dari satu biji. P. mooniana termasuk dalam kelompok Angiospermae, yang bijinya tertutup dan dikotil. Bentuk biji mirip kancing yang pinggirannya berlekuk, dimensi ± 0,7 x 1,6 x 0,5 sentimeter.

Bobot biji 320 gram seperti buah polong. Biji yang dapat terseleksi menjadi benih yaitu ± 2.857 butir biji/kilogram buah polong.  Teknik penanganan benih P. mooniana tercantum dalam daftar Standar Nasional Indonesia (SNI) 5006.12:2014.

Benih kayu kuku tergolong ortodoks, sehingga apabila dikecambahkan memerlukan perlakuan pendahuluan (skarifikasi). Benih diskarifikasi menggunakan air panas (80oC), direndam selama 24 jam. Dengan perlakuan itu, kecepatan berkecambah biji kayu kuku rata-rata 3,22 % per hari, serta daya berkecambahnya  76%. Benih P. mooniana termasuk  benih berkulit keras dan memiliki impermealibitas tinggi karena lapisan lilin sebagai penyebab dormansi.

Di dunia perdagangan kayu, selain kayu kuku, nama lain P. mooniana adalah nedun, nandu wood, african teak, merbau laut, kayu besi papus, kayu nani laut. Kayunya tergolong kelas kuat II dan kelas awet II, berat jenis 0,87, berat kering kayunya rata-rata 770 kilogram/m3, permukaan kayu  licin dan mengkilap bercorak indah dan  dekoratif.

​Kayu kuku dapat digunakan untuk furnitur, panel jendela, daun pintu, jembatan, veneer, kayu lapis, floring dan bahan bangunan rumah. Harga kayu kuku per parket standar UV finished berukuran 15 x 90 x 300 milimeter pada 2023 sebesar Rp 890.000/m2. Berdasarkan SK Menhut No. 163/Kpts-II/2003 kayu P. mooniana termasuk kelompok kayu indah atau kayu mewah, setara bungur (Lagerstroemia speciosa), cempaka (Michelia spp), cendana (Santalum album), dahu (Dracontomelon dao), mahoni (Swietenia spp), melur (Dacridium junghuhnii Miq), dan mindi (Melia azdarah).    

Sejak 1972, Indonesia mengekspor kayu kuku sebanyak 13.275 m3. Khusus Sulawesi Tenggara pada dekade waktu itu mengekspor  sebanyak 1.433,51 m3. Pada saat itu, harga kayu kuku lebih mahal dibanding jati. Peredaran kayu kuku berakhir pada 1974. Permintaan yang meningkat pada saat itu, menyebabkan eksploitasi tidak terkendali dan disertai perambahan wilayah penyebarannya.

Pohon kayu kuku termasuk kategori jarang (rare), karena populasinya semakin berkurang di hutan alam. Status konservasi kayu kuku dalam CITES dan IUCN masuk daftar merah dengan kategori rentan berisiko punah (vulnerable A1cd ver 2.3)

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara pada 2012 melaporkan potensi populasi kayu kuku di kawasan cagar alam Lamedae, menunjukkan Indeks Nilai Penting (INP) termasuk “rendah” yaitu 21,02%, keragaman genetiknya kategori “sedang”, sehingga perlu upaya konservasi secara ex-situ maupun in-situ dan pengembangan hutan tanaman. 

Kayu kuku tergolong jenis pohon yang pertumbuhannya lambat (slow growing). Pembibitan dilakukan dengan persemaian antara 4-8 bulan, sehingga perlu teknik untuk menghasilkan kualitas bibit yang baik. Untuk itu, perlu manipulasi dan aplikasi teknik silvikultur untuk mempercepat pertumbuhannya, seperti pemakaian pupuk dan penggunaan mikoriza.

Pemberian pupuk NPK sebanyak 1,0 gram/polybag di persemaian mendorong tinggi bibit mencapai 24,36 sentimeter pada usia empat bulan. Pemanfaatan mikoriza merupakan salah satu cara memperbaiki kualitas pertumbuhan. Penggunaan mikoriza 5 gram/polybag pada bibit kayu kuku meningkatkan pertumbuhan sebesar 40%.

Mikoriza mampu melarutkan fosfor, memperluas permukaan akar, meningkatkan daya tumbuh terhadap kekeringan dan serangan patogen. Pembibitan kayu kuku menggunakan tanah, kompos, dan pasir dengan ukuran tinggi 25-30 sentimeter. Musim tanam biasa dilakukan pada musim hujan dengan ukuran lubang 30 x 30 x 30 sentimeter, pembuatan ajir jarak 3 x 3 meter atau 4 x 4 meter, pemberian pupuk sesuai kesuburan tanah.

Pola tanam kayu kuku paling baik memakai teknik campuran menggunakan sistem agroforestri. Bibit kayu kuku ditanam bersama ubi kayu, kopi dan nilam dengan jarak tanam 4 x 5 meter atau 5 x 5 meter.

Di Soroako, perusahaan tambang memakai kayu kuku sebagai tanaman reklamasi lahan kritis karena mampu tumbuh pada lahan marginal dan miskin hara. Dengan makin banyak penanaman kayu kuku, kayu indah yang mahal ini bisa lestari.

Ikuti percakapan tentang konservasi di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Peneliti di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya, dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain