Untuk bumi yang lestari

Pojok Restorasi| 09 Mei 2023

Konservasi Mata Air untuk Mencegah Dampak Perubahan Iklim

Konservasi air yang benar bisa mengurangi dampak perubahan iklim. Seperti apa?

Mata air Aik Nyet di lereng selatan Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (Foto: Ogi Setiawan)

INDONESIA salah satu negara cincin api dengan 128 gunung api yang aktif di sepanjang jalur tektonik pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Halmahera dan Kepulauan Sangir Talaud. Endapan hasil aktivitas gunung api merupakan akuifer potensial menyuburkan banyak mata air. Air tanah dan mata air merupakan sumber air potensial yang dapat digunakan untuk memenuhi berbagai keperluan.

Penggunaan air tanah dan mata air di Indonesia pada 2007 mencapai 58% dan 12,6% dari konsumsi air bersih rumah tangga nasional. Dalam perkembangannya, mata air mendapat berbagai tekanan yang mempengaruhi kelestariannya. Sumber tekanan terhadap mata air selain faktor antropogenik adalah adanya perubahan iklim. 

Penelitian tentang bagaimana dampak perubahan iklim pada mata air belum banyak.  Salah satu ancaman utama akibat perubahan iklim adalah perubahan pola presipitasi, yang mengakibatkan berkurangnya resapan akuifer dan sungai. Naiknya suhu juga menyebabkan peningkatan evapotranspirasi, yang selanjutnya mengurangi ketersediaan air dari mata air.

Karakteristik mata air atau tipe mata air juga akan mempengaruhi perbedaan respons terhadap perubahan iklim. Studi global mengungkapkan bahwa mata air dengan akuifer bebas (unconfined), permukaan (surficial) dan dangkal (shallow) sangat sensitif terhadap perubahan kondisi iklim bila dibandingkan mata air dengan akuifer tertekan (confined) dan lebih dalam.

Singkatnya, dapat diasumsikan bahwa perubahan iklim berkontribusi pada beberapa hal, di antaranya: perubahan suhu air secara temporal, perubahan perilaku debit mata air, dan perubahan sifat fisik dan kimia mata air. Selain itu, faktor antropogenik berupa perubahan penggunaan lahan, termasuk penggundulan hutan dan urbanisasi, dapat menyebabkan berkurangnya infiltrasi air, yang memengaruhi pengisian kembali akuifer dan mata air.

Praktik pertanian, seperti penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan, juga dapat mencemari mata air, mempengaruhi kualitas air dan kelangsungan hidupan air. Contoh kasus di Nusa Tenggara Barat, telah terjadi penurunan jumlah mata air sebanyak 75% dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.

Penurunan jumlah mata air ini tidak hanya dipengaruhi faktor tunggal (perubahan iklim) tetapi sebagai dampak kombinasi beberapa faktor, termasuk dinamika daerah tangkapan mata air (springshed).

Beradaptasi dengan tren dan dampak perubahan iklim di masa depan, terutama berhubungan dengan mata air dan ketersediaan air, menjadi sangat penting. Di lain pihak, kelangkaan air diperkirakan menjadi tantangan besar bagi sebagian besar wilayah Indonesia karena meningkatnya permintaan air sebesar 31% antara 2015 dan 2045. Hal ini sebagai akibat dari pertumbuhan demografis dan ekonomi serta belum optimalnya pengelolaan sumber daya air selama ini. Karena itu perlu strategi konservasi mata air sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan iklim dan mampu menjamin kelestarian hasil air (kualitas, kuantitas, distribusi secara temporal).

Konsep konservasi mata air mempunyai dua pendekatan, yaitu konservasi “sumber daya  mata air” dan konservasi “sumber mata air”. Istilah konservasi sumber daya sering digunakan untuk mendeskripsikan upaya konservasi yang meliputi seluruh daerah resapan mata air (springshed), sedangkan konservasi sumber mata air hanya terbatas pada lokasi mata air berada.

Konservasi sumber mata air dan sumber daya mata air saling berkaitan, karena upaya konservasi sumber air mustahil akan berhasil tanpa adanya upaya konservasi sumber daya mata air. Adapun strategi konservasi mata air yang diperlukan untuk memastikan kelestarian mata air sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim di antaranya adalah:

Pengembangan Sistem Inventarisasi dan Manajemen Mata Air. Kurangnya data hidrogeologi mata air menimbulkan ketidakpastian tentang dampak perubahan iklim dan aktivitas antropogenik terhadap mata air.  Pembaruan inventarisasi mata air yang diikuti dengan karakterisasi hidrologi, lingkungan, dan penilaian kerentanan mata air merupakan langkah pertama yang penting dalam pengembangan sistem manajemen mata air. Informasi batas-batas daerah tangkapan (springshed) air dan karakteristiknya juga diperlukan sebagai dasar pendefinisian batas-batas pengelolaan mata air secara spasial. Hal lainnya yang perlu dilakukan adalah pengukuran jangka panjang hasil air dari mata air baik kuantitas, kualitas maupun distribusinya secara temporal.

Perlindungan mata air dan daerah tangkapan air (springshed). Perlindungan dapat dilihat dari aspek infrastruktur dan kawasan. Aspek infrastruktur sekitar mata air, upaya perlindungan dapat berupa Bangunan Penangkap Mata Air (PMA) untuk menangkap dan melindungi mata air terhadap pencemaran dan dapat juga dilengkapi dengan bak penampung. Perlindungan dari aspek kawasan pada intinya adalah perlindungan melalui zonasi kawasan sekitar mata air dan springshed sebagai upaya untuk melindungi kuantitas, kualitas dan distribusi air yang berasal dari mata air.

Hal ini bisa dicapai melalui pembentukan zona perlindungan mata air dengan masing-masing zona mempunyai praktik pengelolaan yang spesifik. Zona perlindungan mata air setidaknya dibagi menjadi tiga zona:

  • Zona I sebagai perlindungan titik mata air yang bertujuan untuk melindungi air dari semua zat pencemar, yang secara langsung atau tidak langsung menyebabkan degradasi kualitas air, dengan radius 10-20 meter dari lokasi mata air.
  • Zona II bertujuan melindungi sumber air baku dari bahaya pencemaran bakteri patogen yang dapat menyebabkan degradasi kualitas air, dengan luas yang diperhitungkan berdasarkan jarak tempuh bakteri colli selama 60 hari ke sumber air baku. Pada praktiknya di lapangan, batas zona ditentukan berjarak antara 200-300 meter dari lokasi mata air ke arah hulu.
  • Zona III yaitu daerah tangkapan air (springshed) untuk melindungi sumber air baku dari pencemaran yang tidak dapat mengalami degradasi dalam waktu singkat, serta melindungi kuantitasnya.

Program perlindungan mata air juga perlu melibatkan banyak pemangku kepentingan dari berbagai sektor, termasuk ilmuwan, pembuat kebijakan, dan penerima manfaat (masyarakat). Pendekatan terpadu yang melibatkan pengetahuan tradisional dengan pengetahuan saintifik serta pendekatan praktis pengelolaan sumber daya air juga sangat penting.

Praktik Penggunaan Lahan Berkelanjutan di daerah tangkapan air (springshed). Praktik penggunaan lahan berkelanjutan seperti pertanian konservasi, agroforestri, dan pengelolaan kehutanan berkelanjutan dapat membantu mengurangi dampak aktivitas manusia terhadap mata air. Upaya reforestasi dan reboisasi di daerah tangkapan air juga merupakan upaya yang dapat dilakukan.

Praktik-praktik ini bisa membantu mengurangi dampak perubahan iklim terhadap mata air, termasuk perubahan pola presipitasi dan kenaikan suhu, serta meningkatkan infiltrasi air, sehingga mampu meningkatkan pengisian kembali akuifer dan mata air. Kegiatan pendukung lainnya adalah pengembangan infrastruktur air tahan iklim, seperti fasilitas penyimpanan air dan sistem pemanenan air hujan, dan pengembangan tanaman yang tahan terhadap perubahan iklim.

Mempromosikan Pengelolaan Air Berkelanjutan. Ekstraksi berlebihan merupakan ancaman utama bagi mata air, karena dapat menyebabkan penurunan level air dan mengeringnya mata air. Untuk mengatasi hal ini, masyarakat harus menerapkan praktik penggunaan air yang berkelanjutan, seperti pemanenan air hujan, aplikasi irigasi tetes pada pertanaman, dan penggunaan kembali air dapat digunakan. Praktik-praktik ini dapat membantu mengurangi permintaan air dari mata air dan memastikan ketersediaannya untuk generasi mendatang.

Menjaga kualitas air dari mata air juga sangat penting untuk kelangsungan hidup kehidupan akuatik dan kesehatan masyarakat yang mengandalkan mata air. Langkah-langkah pengelolaan kualitas air seperti pengendalian polusi dari limpasan pertanian, pertambangan, dan air limbah domestik, penegakan peraturan dan pendidikan masyarakat tentang masalah kualitas air diharapkan dapat membantu menjaga kualitas mata air.

Perubahan iklim merupakan keniscayaan, dampaknya terhadap kelestarian mata air adalah konsekuensinya dan upaya adaptasi dan mitigasi untuk kelestarian mata air merupakan upaya yang rasional.  Oleh sebab itu implementasi konservasi mata air berbasis adaptasi terhadap perubahan iklim hendaknya dijalankan secara konsisten dan konsekuen.

Praktik-praktik konservasi mata air juga diharapkan merupakan produk dari inisiatif dan kreativitas para pihak dalam pengelolaan mata air. Pada akhirnya, kelestarian mata air akan terjamin sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhan dengan segala tuntutan yang mempunyai kualifikasi sesuai peruntukannya

Ikuti percakapan tentang konservasi air di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Peneliti ahli madya di Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain