Untuk bumi yang lestari

Pojok Restorasi| 02 Maret 2023

Bisakah Sengon Tumbuh di Lahan Gambut?

Pemerintah mengampanyekan menanam sengon di lahan gambut. Bisakah?

Perbandingan sengon di lahan mineral (kiri) dan di lahan gambut (kanan) (Foto: Hesti Lestari Tata)

POHON sengon (Falcataria moluccana) paling banyak ditanam masyarakat di area hutan rakyat. Animo masyarakat menanam sengon sangat tinggi karena kayu sengon merupakan jenis kayu yang tumbuh cepat, mudah dijual, dan pasarnya tersedia.

Secara alami sengon tumbuh di lahan tanah mineral dengan tingkat kemasaman rendah sampai normal asalkan memiliki drainase baik dan bersolum tebal. Habitat alami sengon meliputi hutan dataran rendah, di sepanjang tepian sungai, dan tanah berpasir. Sengon sering ditanam untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan penghijauan, karena sengon dapat tumbuh baik pada lahan terbuka.

Sengon juga memasok kebutuhan furnitur. Kebutuhan kayu untuk perumahan, mebel, dan perabot dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring naiknya populasi manusia. Menurut Kementerian Perdagangan, total perdagangan kayu tropis dunia pada 2021 mencapai US$ 196,4 miliar. Sementara produksi kayu ringan dalam negeri hanya 2,6 miliar meter kubik.

Sebagian produksi total kayu tropis terpenuhi dari hutan rakyat Indonesia, terutama sengon. Menurut Data Statistik Kehutanan, terjadi kenaikan produksi kayu bulat sengon dari tahun 2019 sebesar 62.270 meter kubik dan tahun 2021 sebesar 152.014 meter kubik.

Karena pangsa pasarnya besar, perlu optimalisasi pemanfaatan sengon dengan menanam lebih banyak pohon ini. Apalagi, sengon juga jenis pohon yang bisa tumbuh di lahan marginal seperti rawa gambut. Pemerintah juga mengampanyekan bahwa sengon bisa tumbuh dengan baik di lahan gambut. Sebuah pabrik pengolah kayu sengon juga berdiri di Kota Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, salah satu daerah dengan gambut yang luas. 

Lahan gambut sejatinya bukan habitat alami sengon. Lahan gambut merupakan ekosistem lahan basah sehingga perlu teknik budi daya yang berbeda dibanding tanah mineral.

Untuk bisa bercocok tanam di lahan gambut, pada umumnya petani membuat parit atau kanal untuk menyalurkan air gambut ke sungai. Parit atau kanal dibuat dengan cara mencangkul gambut secara manual. Jika petani memiliki cukup modal, kanal dibuat menggunakan mesin ekskavator. Material berupa tanah gambut dan tanah mineral yang telah digali itu lalu ditimbun di tepi parit.

Timbunan tanah tersebut juga menjadi jalan setapak dan ditanami pepohonan sebagai tanaman tepi. Salah satu jenis pohon yang cocok untuk area ini adalah sengon.

Sebuah studi pada 2021 menunjukkan sengon di timbunan tanah bekas galian kanal memiliki pertumbuhan yang lebih bagus daripada di lahan gambut. Hasil pengukuran pohon sengon yang ditanam pada timbunan tanah di tepi gambut yang didrainase dan pada tanah timbunan di daerah Kecamatan Jabiren memiliki pertumbuhan yang cepat dan performa yang baik. 

Pada umur lima tahun, pertumbuhan diameter batang sengon mencapai 47,6 sentimeter. Tanpa memperhatikan kondisi tempat tumbuhnya dengan cermat, orang tentu akan kagum dengan pertumbuhan sengon tersebut. Akan tetapi jika dibandingkan dengan sengon yang tumbuh pada lahan tanah gambut di sekitarnya, pada umur yang sama, rata-rata diameter batang pohon sengon hanya mencapai 16,1 sentimeter. Sementara sengon di lahan gambut di Palangkaraya mencapai 16,8 sentimeter (Nuroniah et al. 2021) (lihat foto). 

Untuk mengetahui tingkat kemasaman dan kesuburan tanah gambut dan tanah timbunan tempat tumbuh sengon tersebut, perlu analisis laboratorium. Hasilnya menunjukkan bahwa tanah timbunan memiliki pH 3,63; adapun kadar C-organik, kadar abu dan N-total, secara berturut-turut  sebesar 11,1%, 77,3% dan 0,16%.

Adapun tanah gambut di sekitarnya memiliki pH sedikit lebih rendah, yaitu 3.59, dengan kadar C-organik, kadar abu, dan N-total secara berturut-turut sebesar 21,4%, 63,1% dan 0,74% (Nuroniah et al. 2021). Tipe tanah, kemasaman dan tingkat kesuburan mempengaruhi pertumbuhan sengon. Secara umum, pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman sengon di lahan gambut lebih rendah daripada di lahan mineral (Nuroniah et al. (2021).

Pertumbuhan bibit sengon

Bibit sengon yang ditanam pada media gambut dan kondisi tergenang memiliki daya tahan hidup sangat rendah dibandingkan dengan bibit sengon yang ditanam pada media tanah mineral dan tidak tergenang. Pada media gambut yang tergenang, bibit sengon hanya mampu bertahan hingga tiga pekan, setelah itu bibit banyak yang mati.

Tanah gambut dengan pH rendah dan asam-asam organik menghambat pertumbuhan bibit sengon. Selain itu, tanah yang tergenang memiliki kadar oksigen yang rendah. Sementara bibit sengon tidak memiliki kemampuan untuk membentuk akar adventif.

Akar adventif adalah akar yang terbentuk dari jaringan pucuk dan tumbuh pada bagian batang, yang berfungsi untuk pernafasan (respirasi) tanaman. Karena itu kemampuan survival sengon tidak sama dengan tanaman endemik lahan gambut, seperti balangeran (Shorea balangeran) dan gerunggang (Cratoxylum arborescens) yang memiliki kemampuan untuk membentuk akar adventif (Tata et al. 2022).

Sengon tidak mampu tumbuh sempurna di lahan gambut. Upaya penanaman sengon di lahan gambut membutuhkan usaha yang berat dengan membangun parit atau kanal dan membuat gundukan atau timbunan tanah. Pembangunan kanal dan pemberian pupuk anorganik untuk meningkatkan pertumbuhan sengon di lahan gambut juga kurang berdampak signifikan terhadap pertumbuhan sengon. 

Upaya tersebut justru berdampak buruk terhadap lingkungan, karena membuat gambut menjadi kering dan meningkatnya ancaman kebakaran. Selain itu teknik budi daya tersebut meningkatkan emisi gas rumah kaca karena meningkatkan proses dekomposisi bahan organik yang menyebabkan kenaikan suhu global dan perubahan iklim. Oleh karena itu, sesuai dengan kodratnya, penanaman sengon seharusnya dilakukan di tanah mineral yang subur, agar pertumbuhannya cepat dan produksi kayu meningkat.

Referensi:

Nuroniah HS, Tata HL, Mawazin, Martini E, Dewi S. 2021. Assessment on the suitability of planting non-native peatlands species Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & Grimes in rewetted peatlands. 2021. Sustainability. 13. 7015. https://doi.org/10.3390/su13137015

Tata HL, Nuroniah HS, Ahsania DA, Anggunira H, Hidayati SN, Istomo I, Chimner RA, Van Noordwijk M, Kolka R. 2022. Flooding tolerance of four tropical peatland tree species in a nursery trial. PLoS ONE. 17(4): e0262375. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0262375

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Peneliti ahli utama bidang silvikultur, paludikultur, agroforestri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain