Untuk bumi yang lestari

Surat dari Darmaga| 02 Januari 2023

Refleksi Akhir Tahun KLHK

KLHK perlu transformasi inovasi dan kepemimpinan. Empat catatan 2022.

Refleksi akhir tahun KLHK

PEKAN lalu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelenggarakan refleksi akhir tahun 2022. Saya diminta menjadi salah satu penanggap untuk menelaah topik spesifik, mengenai peningkatan akses, keadilan alokasi sumber daya maupun keberlanjutannya untuk ketahanan pangan dan masyarakat. 

Saya menanggapi paparan para eselon 1, namun karena waktunya terbatas, saya tidak dapat menyampaikannya secara utuh. Berikut ini pandangan saya yang lebih utuh terhadap topik tersebut. 

Pertama, ketergantungan antar waktu. Meski refleksi itu ditujukan untuk tahun 2022, capaian ataupun kegagalan tidak bisa dilihat hanya dari potret saat kita menilainya. Keberhasilan dan kegagalan 2022 ini ditopang oleh logika pemikiran puluhan tahun sebelumnya, juga secara pragmatis tiga tahun sebelumnya, oleh pandemi Covid-19 dan Undang-Undang Cipta Kerja. Keduanya menjadi penghambat atau setidak-tidaknya jeda atas menurunnya kapasitas pembiayaan maupun perbedaan pendapat pelaksanaan program akibat regulasi baru.

Ketergantungan antar waktu ini biasa disebut sebagai ketergantungan jalur (path dependency), istilah ekonomi dan institusi untuk menggambarkan hasil yang didasarkan pada kebiasaan, keputusan, dan tindakan sebelumnya, daripada keadaan saat ini, bahkan ketika alternatif yang lebih baik tersedia.

Kedua, situasi kritis. Tantangan lingkungan hidup dan kehutanan ke depan secara nasional dan global tidak semakin surut. Kita akan menghadapi lingkungan hidup yang semakin kritis. Untuk menghadapinya, perubahan tidak hanya mengikuti garis lurus dari masa lalu, perlu perubahan dan inovasi.

Laporan “Making Peace with Nature: A scientific blueprint to tackle the climate, biodiversity and pollution emergencies” oleh UNEP awal 2022 menyebut dalam 50 tahun terakhir, ekonomi global tumbuh hampir lima kali lipat. Sebagian besar ditopang oleh tiga kali lipat ekstraksi sumber daya alam dan energi. Akibatnya, kapasitas bumi mendukung kebutuhan makanan bergizi, air, dan sanitasi terus melemah, terutama menimpa orang-orang yang rentan secara politik dan terpinggirkan.

Populasi dunia telah meningkat dua kali lipat, menjadi 7,8 miliar orang. Meski kemakmuran juga berlipat, sekitar 1,3 miliar orang tetap miskin dan sekitar 700 juta orang kelaparan. Ketahanan pangan terancam oleh hilangnya serangga penyerbuk dan tanah yang subur. Hilangnya serangga itu, telah mengancam hasil panen global tahunan senilai US$ 235 miliar hingga US$ 577 miliar. 

Laporan itu juga menyebut tak satu pun tujuan global yang telah disepakati untuk perlindungan kehidupan di bumi telah terpenuhi. Kelestarian fungsi alam di tiga perempat daratan dan dua pertiga lautan di bumi sekarang kritis oleh perilaku manusia.

Tentu saja hal demikian itu adalah pandangan secara agregat, baik secara global, nasional maupun menukik pada program KLHK yang menangani fungsi pemerintahan sektor lingkungan dan kehutanan. Secara kasuistik di lapangan bisa terdapat keberhasilan atau kegagalan dalam menyelamatkan fungsi lingkungan hidup.

Ketiga, integrasi fungsi pemerintahan. Capaian KLHK secara kuantitatif punya nilai relatif yang perlu dihargai, terutama berdasarkan konstruksi tugas dan fungsi kementerian. Terkait dengan peningkatan akses, keadilan alokasi sumber daya maupun keberlanjutan untuk ketahanan pangan perlu inovasi secara khusus, karena rangkaian capaian itu ditentukan oleh hasil akhir (outcome) suatu program yang langsung dirasakan oleh masyarakat luas. Hal itu relevan dengan apa yang telah dicanangkan KLHK, antara lain, upaya transformasi ukuran kinerja ke arah hasil akhir tersebut. 

Secara teknis hal itu memungkinkan, antara lain karena penggunaan teknologi informasi. Namun teknologi itu perlu mengintegrasikan antar bidang yang memungkinkan pelayanan masyarakat diselenggarakan secara utuh, berdasarkan kondisi kebutuhannya di lapangan secara nyata. Dalam hal ini, bidang-bidang planologi dan penyelesaian konflik kawasan hutan, konservasi, perhutanan sosial, rehabilitasi dan pemulihan lingkungan, penegakkan hukum perlu bersinergi menyelenggarakan pelayanan kebutuhan masyarakat itu.

Integrasi bisa dilakukan apabila dalam pembentukan program selalu berdasarkan kesatuan spasial. Inovasi pembangunan daerah, misalnya melalui program KLHK seperti Nirwasita Tantra (green leadership) yang menitikberatkan pada kepemimpinan dan Adipura yang menitikberatkan pada ruang terbuka hijau dan persampahan, bisa menjadi pengikat kesatuan spasial itu. Dengan strategi pengelolaan program kerja seperti itu, jargon pengelolaan lanskap atau ekoregion lebih mungkin terwujud. 

Dengan kerangka kerja itu, KLHK dan sektor lain di pemerintah pusat maupun daerah, perlu memainkan strategi sepak bola. Kemenangan yang dapat mewujudkan keadilan akes dan ekonomi bagi masyarakat menjadi hasil akhir. Sebaliknya, keberhasilan bukan milik suatu direktorat jenderal tertentu secara sempit. Satu direktorat jenderal selalu punya keterbatasan bila bekerja sendirian. Di sini perlu kepemimpinan yang terbuka dan inklusif.

Terkait dengan itu saya punya catatan tentang tugas Badan Standardisasi Instrumen LHK. Penetapan standar ini perlu hati-hati, bisa kontraproduktif dan menjadikan sistem kerja yang mempertahankan status quo. Padahal, KLHK perlu penyempurnaan sistem kerja secara terus menerus. Hal itu berarti bahwa penetapan standar bukan hanya untuk pengukuran kinerja administrasi atau capaian kualitas fisik, juga standar untuk mendorong inovasi.

Integrasi fungsi pemerintahan itu telah dilakukan, antara lain, oleh mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair (1997-2007). Dia menggunakan istilah “joined-up government” atau ada yang menyebut sebagai “combined authority” atau “joined outcome”. Sistem pengelolaan pemerintahan itu—yang telah menjadi sumber penelitian termasuk pengembangannya oleh para ahli administrasi—menjadi rujukan hampir semua negara yang ingin memperbaiki efektivitas pencapaian tujuan atas adanya hambatan spesifikasi unit kerja maupun sektoralisasinya.

Keempat, melampaui tugas dan fungsi KLHK. Peningkatan akses, keadilan alokasi sumber daya maupun keberlanjutan untuk ketahanan pangan dan masyarakat akan terhambat apabila peran pengembangan ekonomi tidak memperoleh intervensi kebijakan. Status perhutanan sosial di kelas “gold” dan “platinum” saat ini masih sekitar 10% dari 9.985 kelompok usaha. Maka, perlu integrasi kebijakan keuangan seperti transfer fiskal atau subsidi dan investasi dari semua kementerian yang mempunyai program pemberdayaan masyarakat. 

Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), omnibus law yang baru terbit, berpotensi mengendalikan kinerja semua usaha kehutanan menjalankan pemberdayaan ekonomi masyarakat maupun pelestarian lingkungan hidup. Acuannya klausul mengenai keuangan berkelanjutan dalam pasal 222-224. 

Pengaturan lebih lanjut UU P2SK berpotensi meningkatkan efektivitas pengendalian perizinan atau persetujuan, melalui syarat pinjaman investasi atau modal kerja oleh lembaga keuangan. Untuk itu, selain oleh penerbit izin atau persetujuan, pengendaliannya bisa dilakukan melalui lembaga keuangan pemberi kredit usaha.

Hal lain terkait kapasitas pemerintah daerah sebagai tumpuan kebijakan publik KLHK. Selama enam tahun KLHK menyelenggarakan program Nirwasita Tantra menunjukkan  bahwa kepemimpinan pemerintah daerah yang mampu mengarus-utamakan lingkungan hidup ke dalam kebijakan publik mereka jika mampu mengendalikan pengaruh tekanan politik ke dalam birokrasi pemerintahannya. Bila itu berhasil, berbagai program dan inovasi yang sifatnya teknikal menjadi mudah dieksekusi.

Bila terjadi sebaliknya, kepentingan jangka pendek akan menguasai segalanya. Dalam hal ini KLHK telah menyatakan urgensi peningkatan profil kematangan organisasi melalui tiga unsur, yaitu indeks kematangan sistem pengendalian internal pemerintah, indeks manajemen risiko maupun indeks efektivitas pencegahan korupsi. Atas prakarsa itu, perlu pula program kematangan organisasi yang dicangkokkan ke dalam pengembangan kapasitas daerah. Dengan begitu, perkembangan kematangan organisasi dapat terwujud secara nasional.

Akhir kata, selain berbagai penyempurnaan hambatan-hambatan struktural, KLHK memerlukan karakter kepemimpinan yang matang. Saya kutip kata-kata Helen Adams Keller (1880-1968), seorang penulis, advokat hak-hak disabilitas, aktivis politik dan dosen di Amerika yang kehilangan penglihatan dan pendengarannya sejak usia 19 bulan: 

“Karakter tidak bisa dikembangkan dengan mudah dan nyaman. Hanya melalui pengalaman dan penderitaan, jiwa bisa diperkuat, visi dibersihkan, ambisi diilhami, dan kemudian keberhasilan dicapai.”

Ikuti percakapan tentang KLHK di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Guru Besar Kebijakan Kehutanan pada Fakultas Kehutanan dan Lingkungan serta fellow pada Center for Transdiciplinary and Sustainability Sciences, IPB.

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain