Untuk bumi yang lestari

Surat dari Darmaga| 22 November 2020

Hutan: Makin Tua Makin Bernilai

Usia hutan tidak hanya tecermin dari umur, juga berbagai proses alam, gangguan, dan interaksi terhadapnya. Semakin tua, hutan semakin bernilai bagi manusia.

Hutan tua di Kanada (Foto: Wiene Andriyana)

DUNIA memperingati Hari Hutan Internasional tiap 21 Maret. Sementara ada yang memperingati Hari Pohon Sedunia pada 21 November. Padahal, jika merujuk pada Arbor Day, festival menanam pohon pertama di Spanyol pada 1594, hari menanam pohon berbeda-beda. Arboy Day di Amerika diperingati pada 10 April 1872, merujuk pada hari ketika pecinta alam J. Sterling Morton berhasil menanam 1 juta pohon di Nebraska. 

Hari Pohon Sedunia pada 21 November adalah hari menanam pohon di Italia. Tiap negara punya hari menanam pohon nasional mereka. Indonesia, seperti tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 24/2008 menetapkan Hari Menanam Pohon pada 28 November.

Omong-omong tentang pohon tak bisa lepas dari persinggungan antara kepentingan konservasi dan pembangunan. Sebab, semakin tua sebuah pohon, artinya tua pula hutan yang melingkupinya, akan makin banyak jua manfaatnya kepada manusia dan planet ini.

Manfaat tegakan pohon tua di bentang alam, tidak akan terbaca senyata manfaat hutan-hutan tanaman produktif penghasil kayu, ataupun hamparan perkebunan. 

Old-Growth Forests menjabarkan secara ilmiah dan rinci seluk-beluk hutan tua. Memang tidak ada satu definisi generik yang menjelaskan secara tepat apa itu hutan tua, mengingat variasi konteks hutan yang demikian besarnya.

Setidaknya ada dua proksi yang berkembang dalam melihat usia hutan. Pertama, secara umur hutan tua jika usia pohonnya relatif tua. Indikasinya kehadiran jenis pohon suksesi tahap akhir yang besar dengan umur mendekati harapan hidup mereka, dan memiliki rata-rata usia setengah dari masa hidup pohon-pohon yang dominan.

Studi dalam buku tersebut menyebutkan variasi umur tegakan yang termasuk dalam kategori old-growth forests berkisar 50-1.150 tahun, dengan nilai median 300 tahun untuk hutan temperate, dan 400 tahun untuk hutan tropis. Penentuan umur pohon bisa dengan analisa lingkar tumbuh pohon, walaupun predisksi ini sulit untuk mengetahui usia pohon di hutan tropis yang pohon-pohonnya tidak memiliki lingkar tumbuh nyata seperti pada pohon di hutan empat musim. 

Kedua, mengingat estimasi umur pohon tidak selalu mudah, hutan tua bisa kita cermati melalui karakter struktural dan komposisi tegakan yang menunjukkan bahwa mereka telah pulih melewati dinamika fase terbuka (gap-phase dynamics).

Petunjuknya adalah munculnya tegakan tidak seumur, keragaman jenis pohon, regenerasi jenis-jenis pohon yang toleran terhadap naungan, bukaan kanopi, serta luka atau sobekan besar pada pohon dan gelondongan kayu pada berbagai tahap pembusukan. Jika kita berjalan di hutan tua, kita akan melihat setidaknya pohon-pohon anakan, pohon dewasa, pohon mati namun masih berdiri, dan batang pohon yang mulai membusuk di lantai hutan.

Pada masa lalu, hutan tua menempati 20-90% bentang hutan alam secara global. Saat ini di wilayah temperate di selatan bumi tersisa 0,5% bentangan hutan tua. Hamparan hutan tua juga semakin banyak yang rusak akibat okupasi perkebunan dan permukiman, terutama di wilayah tropis dan boreal di belahan bumi utara

Kegagalan memahami karakter dan peran hutan tua mendorong anggapan bahwa hutan tua tidak sekuat, tidak seproduktif, dan tidak sestabil hutan-hutan yang lebih muda. Old-Growth Forests dan berbagai penelitian lain menepis anggapan ini dengan menunjukkan berbagai nilai tambah hutan tua. Setidaknya ada empat alasan mengapa hutan tua perlu kita pertahankan.

Pertama, isu perubahan iklim. Pohon menjadi penyimpan karbon selama hidupnya, baik di atas tanah, maupun di bawah tanah. Selama pohon hidup, karbon akan terus tersimpan di tegakannya. Dalam tegakan hutan, pohon-pohon juga berinteraksi dengan berbagi karbon melalui jaringan mikoriza. Sampai umur 600 tahun, hutan tetap menyimpan karbon (carbon sinks) dan memiliki kekuatan penyimpan yang sama dengan hutan-hutan yang lebih muda.

Kedua, tegakan tua menyediakan oksigen, menjaga kualitas air, meredam polusi dan hawa panas, serta menyediakan makanan dan menjadi rumah bagi berbagai hidupan liar maupun beragam mikroorganisme yang interaksinya diperlukan untuk keseimbangan ekosistem. Keragaman umur dan jenis pohon di tegakan tua, mendukung keragaman hayati. Bahkan pohon mati dan batang pohon yang membusuk tetap menjadi rumah bagi berbagai jenis tanaman, jamur, dan invertebrata.

Douglas Fir, pohon di Kanada yang berusia kira-kira 400-800 tahun (Foto: Wiene Andriyana)

Ketiga, tegakan tua memiliki nilai estetika dan sejarah, bahkan menjadi wilayah yang dihormati dan memiliki nilai kultural penting bagi masyarakat adat. Tegakan tua bisa dijaga dan dikelola untuk kepentingan ekoturisme yang bijaksana dan tidak merusak.

Di berbagai tempat, hutan tua dengan keindahan bentang alamnya telah menjadi magnet bagi ekowisata sekaligus penggerak ekonomi setempat. Tegakan tua juga menjadi dokumentasi hidup untuk generasi mendatang tetap dapat melihat langsung jenis-jenis pohon dari masa sebelum mereka lahir.

Keempat, hutan tua berperan penting untuk riset. Dalam Forest Stand Dynamics ada penjelasan bahwa old-growth menempati fase terakhir dalam empat tahap perkembangan hutan, yaitu: inisiasi tegakan (stand initiation), eksklusi batang (stem exclusion), pertumbuhan kembali tumbuhan bawah (understorey reinitiation), dan pertumbuhan tua (old-growth).

Karena itu, hutan tua menjadi titik acuan penting untuk berbagai analisis dinamika hutan terkait umurnya. Hilangnya tegakan tua akan memusnahkan peluang kita memahami apa yang terjadi di masa lalu demi merencanakan masa depan yang lebih baik.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Rimbawan tinggal di Kanada. Menyelesaikan pendidikan doktoral dari University of Natural Resources and Life Sciences Wina, Austria, dengan disertasi dampak desentralisasi terhadap tata kelola hutan di Jawa

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain