
KETENANGAN dini hari 11 Mei 2025 di hutan Belum-Temenggor, Malaysia, pecah oleh suara benturan yang keras. Truk seberat 10 ton menghatam anak gajah berusia lima tahun.
Lampu truk berkedip-kedip, puing bekas tabrakan berserakan di jalan, bagian depan truk yang hancur. Ibu gajah berdiri di sisi kiri truk, tak bergeming, belalainya menyentuh tubuh anaknya yang tak lagi bernyawa.
Orang-orang berusaha menyingkirkan gajah itu dengan hati-hati. Namun sang ibu tak bergerak satu inci. Ia berdiri di samping jasad anaknya hingga matahari terbit.
Selama ini, kita mungkin mengira gajah adalah hewan yang cerdas. Gajah adalah hewan yang penuh dengan empati. Mereka mampu mengenali dan merespon rasa sakit atau masalah yang dialami gajah lain. Sering kali, mereka melakukan upaya untuk saling bantu.
Di Kenya, para peneliti telah menyaksikan induk gajah dan betina dewasa lainnya yang membantu anak-anak gajah memanjat tebing berlumpur, keluar dari lubang, dan menemukan jalur aman menuju rawa. Bahkan, mereka juga saling bantu untuk menerobos pagar listrik.
Para peneliti juga pernah melihat gajah membantu sesamanya yang terluka, mencabut peluru bius dari tubuh kawanannya, dan menyemprotkan debu ke luka-luka mereka.
Dalam satu kejadian, para peneliti melihat seekor gajah berjuang untuk menolong sahabatnya yang sekarat. Ia mengangkatnya dengan gading dan belalai, sambil mengeluarkan suara kesedihan.
Untuk mempertegas empati gajah, para peneliti melakukan sebuah eksperimen. Mereka mengamati gajah Asia dalam penangkaran di sebuah taman di Thailand. Mereka mencatat saat seekor gajah terlihat terganggu, misal karena ada ular, dan merekam perilakunya untuk melihat apakah ada pola tertentu.
Saat gajah lain terganggu atau menunjukkan respon stres, mereka akan mengembangkan telinganya, menegakkan ekornya, dan kadang mengeluarkan suara gemuruh rendah. Hal ini juga terjadi di gajah liar.
Saat melihat ada gajah yang terganggu dan stres, gajah lain yang ada di dekatnya akan merespons stres yang dialami gajah tersebut. Para ilmuwan menyebutkan sebagai “penularan emosional” atau emotional contagion.
Gajah-gajah akan berjalan mendekat ke sisi temannya, menyentuh dengan belalai untuk menenangkannya, dan mengeluarkan suara lembut. Kadang seekor gajah bahkan memasukkan belalainya ke dalam mulut kawanannya, sebuah perilaku yang sangat menangkan bagi gajah.
Rangkaian bukti dan cerita tersebut cukup meyakinkan bahwa gajah memiliki empati dan kecerdasan emosional yang luar biasa. Mereka merasakan kesedihan gajah lain dan siap melakukan apapun untuk menenangkan gajah yang tengah berduka.
Itu berarti, jika kita melukai satu gajah, akan ada gajah lain yang ikut terluka. Terhitung sejak tahun 1964-2016, populasi gajah hutan mengalami penurunan hingga 90%. Populasi gajah savana mengalami penurunan hingga 70%.
Di Sumatera, populasi gajah sumatera tak kalah mengenaskan. Populasinya turun sebesar 80% hanya dalam waktu 25 tahun.
Tak hanya soal populasi, habitat mereka juga terus tergerus. Pada 1985, jumlah kantong habitat gajah sumatera di seluruh Pulau Sumatera masih ada 44 kantong. Jumlah tersebut turun menjadi 36 kantong di 2017, dan kembali turun menjadi hanya 22 kantong habitat di 2021.
Ikuti percakapan tentang keanekaragaman hayati di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.

Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :