Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 26 Agustus 2025

Lebih dari Setengah Spesies Kura-Kura Hidup dalam Kondisi Kritis

Sebanyak 53,8% spesies kura-kura di dunia terancam punah. Hewan bertahan puluhan juta tahun.

Tuntung laut, salah satu spesies kura-kura terancam punah (foto: Joko Guntoro)

KURA-KURA mungkin kurang populer dibanding satwa karismatik lain, seperti badak dan harimau. Namun, makhluk purba ini adalah penyintas sejak zaman dinosaurus yang telah hidup selama puluhan juta tahun.

Kini, lebih dari separuh spesies kura-kura di dunia menghadapi ancaman kepunahan, berdasarkan laporan terbaru berjudul Turtles in Trouble: The World’s Most Endangered Tortoises and Freshwater Turtles yang disusun oleh Turtle Conservation Coalition.

Dalam laporan tersebut, 196 dari 364 spesies kura-kura yang telah tercatat secara global terancam punah berdasarkan IUCN. Dari jumlah itu, 134 spesies berstatus terancam punah (endangered) atau kritis (critically endangered). Dari hampir 200 spesies terancam punah itu, 66 spesies menghadapi kepunahan paling mendesak.

Asia menjadi pusat krisis kepunahan kura-kura. Sebanyak 32 dari 66 spesies paling terancam ada di Asia. Benua Asia memiliki keragaman spesies kura-kura yang tinggi. Namun, perburuan intensif membuat kura-kura dan telurnya makin menyusut.

Di Cina, sembilan spesies kura-kura terancam. Salah satunya adalah kura-kura kotak berkepala emas atau Cuora aurocapitata. Spesies ini tak lagi terlihat di alam liar sejak 2013 meski sudah dicari secara ekstensif. Kini, mereka hanya bertahan di penangkaran.

Kura-kura zhou atau Cuora zhoui tak pernah terlihat di alam liar sejak pertama kali dideskripsikan secara ilmiah dari spesies di pasar pada 1990. Kini, hanya ada beberapa lusin individu yang dipelihara dalam penangkaran.

Tak hanya di Asia, krisis kura-kura juga terjadi di seluruh dunia. Madagaskar memiliki lima spesies kura-kura paling terancam. Salah satunya adalah kura-kura ploughshare (Astrochelys yniphora) yang dijuluki sebagai kura-kura darat paling terancam punah di dunia.

Di Meksiko, delapan spesies kura-kura masuk dalam daftar. Salah satunya kura-kura terkecil di dunia, kura-kura lumpur Vallarta (Kinosternon vogti), yang kini bertahan di lahan basah seluas kurang dari 25 hektare di dekat Kota Puerto Vallarta. Lebih dari 99% habitat aslinya telah hancur akibat pembangunan.

Keberadaan mereka yang sudah kritis makin diperparah dengan "ekonomi kepunahan" yang kejam. Ekonomi kepunahan berarti semakin langka suatu spesies, semakin tinggi juga nilainya bagi kolektor atau pembeli. Walhasil, memburu spesies super langka ini memberi keuntungan yang lebih besar bagi pemburu.

Pada akhir Juli, otoritas Spanyol menemukan 20 ekor kura-kura Geoemyda spengleri, spesies yang terancam punah dan dilindungi, diselundupkan dalam kaus kaki dan disembunyikan di antara mainan anak-anak dalam sebuah kontainer ke Tiongkok. Hal tersebut bukan pertama kali. Banyak hewan mati selama transportasi dalam proses perdagangan ilegal.

Kura-kura memang memiliki cangkang keras untuk bertahan hidup. Namun gerakannya yang lambat membuatnya mudah tertangkap oleh manusia. Kura-kura betina juga mampu bertelur hingga ratusan butir tiap musim kawin. Namun, telur dan kura-kura kecil yang baru menetas menghadapi banyak sekali predator. Hanya segelintir yang mampu bertahan hingga dewasa.

Ada begitu banyak tantangan dan kerentanan yang dihadapi oleh kura-kura. Tanpa campur tangan manusia, kura-kura akan sulit bertahan hidup dan butuh waktu sangat lama untuk memulihkan populasinya.

Sebaliknya, bantuan manusia akan mempercepat pemulihan populasi kura-kura. Seperti populasi kura-kura rawa barat (Pseudemydura umbrina) di Australia berhasil pulih dari yang awalnya kurang dari 30 ekor di 1987 menjadi sekitar 300 ekor lewat program penangkaran. Sejak 2016, uji coba migrasi telah berhasil membentuk populasi baru di daerah Selatan yang lebih sejuk dan basah.

Di Kolombia, pembelian lahan seluas 220 hektare untuk dijadikan kawasan lindung mampu membantu kura-kura kepala kodok (Mesoclemmys dahli) terjaga. Kini, 30% keragaman genetik kura-kura kepala kodok ada di lahan seluas 220 hektare tersebut.

Melindungi kura-kura di habitat yang terjaga bukan satu-satunya hal yang perlu diperhatikan. Pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan konservasi kura-kura juga menjadi penting untuk menjamin kelestarian kura-kura.

Seperti di Provinsi Aceh, Indonesia, yang menjadi habitat tuntong laut (Batagur borneoensis) yang berstatus kritis. Di sini, nelayan lokal menerima intensif uang untuk melindungi sarang kura-kura alih alih mengambil telur kura-kura tersebut. Walhasil, hanya di 2024 saja, program ini berhasil melindungi 110 sarang yang berisi lebih dari 1.900 telur.

Ikuti percakapan tentang satwa liar di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain