DI era modern, hutan terfragmentasi menjadi hutan-hutan kecil. Deforestasi menyebabkan fragmentasi habitat yang berdampak buruk bagi keanekaragaman hayati. Namun, bagi beberapa ilmuwan, fragmentasi tak selalu buruk, bahkan bisa memberi dampak lebih baik dibanding hamparan hutan luas.
Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa wilayah dengan banyak fragmen hutan kecil bisa sama kaya atau bahkan lebih kaya dalam hal keanekaragaman hayati dibanding satu hamparan hutan besar.
Dalam studi yang dipublikasikan di Biological Conservation, lebih dari 70% respons ekologis terhadap fragmentasi habitat tidak signifikan secara statistik. Itu berarti, fragmentasi habitat tak menimbulkan dampak ekologis yang berarti di banyak kasus.
Bahkan, dalam kasus dimana fragmentasi memberikan efek yang signifikan, 76% di antaranya menunjukkan efek yang positif. Seperti peningkatan jumlah spesies, keberadaan spesies, atau kelimpahan spesies.
Jika ditotal, habitat yang lebih kecil memiliki lebih banyak keanekaragaman hayati dibanding yang ada di satu hamparan hutan luas.
Beberapa ilmuwan tak sependapat dengan temuan dan pendapat tersebut. Mereka beranggapan bahwa konservasi di hutan yang luas akan lebih efisien dan ideal untuk melindungi keanekaragaman hayati. Lebih besar, lebih baik.
Hal ini didukung juga lewat studi di Nature. Sekelompok ilmuwan menganalisis data 4.006 taksa di 37 studi dari 6 benua untuk membandingkan keanekaragaman spesies yang ditemukan di area hutan besar dengan fragmen hutan kecil.
Hasilnya, mereka menemukan bahwa terhadap 12% lebih sedikit keanekaragaman spesies di area hutan yang terfragmentasi dibanding dengan hamparan hutan besar. Bahkan jika fragmen-fragmen hutan kecil tersebut dijumlahkan, nilainya tetap lebih kecil dibanding hamparan hutan luas.
Hal ini menunjukkan bahwa fragmentasi berdampak negatif terhadap kehilangan keanekaragaman hayati di skala lokal. Bahkan, walaupun fragmentasi mendorong variasi keanekaragaman spesies, manfaat yang dihasilkan tetap tidak mampu menutupi kerugian yang dihasilkan.
Apalagi, beberapa spesies seperti harimau dan gajah membutuhkan puluhan kilometer setiap harinya untuk hidup dan mencari makan.
Namun, temuan tersebut juga mendapat kritik karena hasilnya bisa disalahartikan sebagai anggapan bahwa sisa-sisa hutan kecil jadi dianggap tidak penting bagi konservasi keanekaragaman hayati. Pada akhirnya, fragmen hutan kecil tersebut tak terlindungi dan akan hilang pada akhirnya.
Selama dua dekade terakhir, dunia telah kehilangan 517 juta hektare tutupan pohon. Di Indonesia, 32 juta hektare tutupan pohon telah terjadi dalam dua dekade terakhir. Setara dengan 20% luas tutupan pohon pada tahun 2000. Dimana 10,7 juta hektare adalah hutan primer basah.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :