Kabar Baru| 06 Mei 2025
Bukan Reforestasi untuk Menyelamatkan Bumi, Kita Butuh Proforestasi. Apa Itu?

SUDAH 140 juta tahun lamanya sejak pertama kali hutan Kalimantan terbentuk. Di dalamnya, ada lebih dari 3.000 spesies, termasuk masyarakat Dayak yang sudah hidup di hutan ini sejak 1.500-3.000 Sebelum Masehi.
Selama ribuan tahun, dari generasi ke generasi, masyarakat Dayak menggantungkan hidup mereka pada hutan. Hutan telah mendukung hidup mereka hingga ribuan tahun, hingga mereka berkembang menjadi lebih dari 260 sub suku. Tak heran jika masyarakat Dayak benar-benar ketat melindungi hutan mereka.
Indonesia telah kehilangan hampir 20% tutupan hutan atau setara 30,8 juta hektare hutan sejak 2001 hingga 2023. Secara global, dalam dua dekade terakhir, bumi telah kehilangan hampir setengah miliar hektare hutan.
Merespon hal tersebut, pada COP26, lebih dari 100 pemimpin dunia berkomitmen untuk mengakhiri deforestasi pada 2030. Memulihkan hutan atau reforestasi jadi agenda utama dalam Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Dunia Kunming-Montreal. Indonesia juga berkomitmen memulihkan hutan dan membuat sektor kehutanan dan penggunaan lahan lain (FOLU) mencapai net zero emission pada 2030.
Reforestasi memang jadi agenda penting untuk membangun pertahanan terhadap perubahan iklim. Namun ada yang tak kalah penting, yakni proforestation atau proforestasi, dimana kita sekedar membiarkan pohon-pohon yang sudah tumbuh untuk terus tumbuh hingga mencapai potensi ekologis penuh.
Pohon-pohon yang lebih tua menyerap karbon jauh lebih banyak dibanding pohon muda. Dalam sebuah studi, sekitar setengah dari seluruh karbon yang tersimpan di hutan primer terdapat di 1% pohon terbesar. Hal tersebut menunjukkan pentingnya keberadaan hutan primer purba.
Selama ini kita fokus menanam pohon dan memulihkan hutan dibanding melindungi pohon sudah ada. Menanam pohon memang penting, namun seringkali program reforestasi fokus pada spesies tumbuh cepat yang cenderung seragam dan punya daya serap karbon tinggi. Atau, seringkali yang ditanam adalah jenis-jenis yang seragam yang juga punya nilai komersial.
Hutan hasil reforestasi memiliki keanekaragaman hayati yang rendah. Belum lagi, pohon-pohon yang sudah ditanam akan ditebang secara berkala untuk mendapat manfaat ekonomi. Wallhasil, pohon muda tersebut tak akan pernah bisa mencapai potensi penuh ekologisnya.
Studi di hutan timur laut Amerika Serikat menunjukkan hutan tua menyimpan karbon lebih dari 2 kali lipat dibanding hutan yang ditebang secara berkala. Pada akhirnya, hutan muda hasil restorasi tidak akan bisa menggantikan serapan dan simpanan karbon hutan tua dalam proforestasi.
Namun, nilai hutan alam tua bukan hanya sekadar simpanan karbon. Hutan alam tua adalah benteng biologis yang kaya akan kompleksitas arsitektur, kayu tumbang, batang tinggi, dan kanopi beragam. Kompleksitas tersebut menyediakan tempat berlindung bersama bagi ribuan spesies yang unik. Kompleksitas itu juga yang memainkan peran penting dalam siklus hidrologi dan iklim mikro.
Kompleksitas itu yang akan sulit tergantikan oleh hutan hasil restorasi. Sekadar membiarkan hutan yang telah ada untuk terus tumbuh dan berkembang akan memberikan banyak manfaat untuk kita. Bahkan dengan biaya lebih sedikit dibanding harus melakukan reforestasi.
Jika kembali ke masyarakat Dayak, mereka menerapkan kearifan lokal yang disebut Tana’ Ulen selama bertahun-tahun. Tana’ Ulen adalah kawasan hutan yang dilindungi secara adat, meliputi sungai, punggung-punggung bukit yang dilalui sungai, dan hutan di sekitar sungai.
Di wilayah Tana’ Ulen, orang dilarang menebang pohon, membakar hutan, dan segala aktivitas yang merusak. Pengambilan hasil hutan juga diatur sangat amat ketat. Jumlah, jenis, dan cara pengambilannya ditentukan dari hasil musyawarah bersama seluruh masyarakat adat. Hasil hutan yang diambil juga sumber daya hutan yang telah mencapai kematangan fungsi ekologis.
Walau proforestasi istilah baru, praktiknya sudah laam dilakukan masyarakat adat. Kembali kepada kearifan lokal dan lama pilihan terbaik menjaga bumi.
Ikuti percakapan tentang proforestasi di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.

Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :