Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 30 Agustus 2023

Seberapa Efektif Kendaraan Listrik Mengurangi Polusi Udara?

Benarkah kendaraan listik jadi solusi menurunkan polusi udara dan emisi gas rumah kaca? Sumber energinya masih listrik batu-bara.

Mobil listrik

PEMERINTAH menjadikan kendaraan listrik sebagai solusi menurunkan polusi udara. Tak hanya itu, kendaraan listrik digadang-gadang sebagai andalan menurunkan emisi gas rumah kaca secara nasional dan menjadi bagian dari mitigasi iklim. 

Analisis dan studi Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA)—lembaga kajian dari Finlandia—menyimpulkan kendaraan listrik tetap memproduksi polutan yang sama besarnya dengan kendaraan bensin dari energi fosil. Sebab, kendaraan listrik tetap memakai energi yang dihasilkan dari energi fosil, yakni batu bara.

Studi CREA pada 2019 yang mengamati produksi emisi kendaraan listrik di Jawa dan Bali menemukan bahwa polutan kendaraan listrik tak jauh beda dengan kendaraan minyak. Hanya produksi CO2 yang berbeda secara signifikan antara dua jenis kendaraan tersebut. 

Produksi karbon dioksida kendaraan bensin sebesar 140 gram per kilometer. Sementara kendaraan listrik menghasilkan CO2 104 gram per kilometer. Perhitungan ini memakai asumsi kendaraan berbahan bakar bensin pada 140 gram CO2 per kilometer memenuhi standar emisi EURO4.

Dengan asumsi yang sama, produksi polutan lain jauh lebih banyak dihasilkan dari kendaraan listrik. Hanya produksi NOx yang sama antara kendaraan listrik dan kendaraan bensin, sebesar 0,25 gram per kilometer. Sementara dalam menghasilkan SO2, kendaraan listrik memproduksi 0,19 gram per kilometer dan kendaraan bensin 0.04 gram per kilometer.

Produksi partikulat halus juga jauh lebih tinggi kendaraan listrik dibanding kendaraan bensin. Nilainya masing-masing 0,03 gram per kilometer untuk kendaraan listrik dan 0,025 untuk kendaraan bensin.

Emisi SO2 dihitung berdasarkan standar kualitas bahan bakar Indonesia. Campuran tenaga listrik dalam sistem Jawa-Bali berasal dari 70% batu bara dan 19% gas. Riset CREA mengasumsikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas sistem Jawa-Bali memenuhi standar emisi nasional.

Selain listrik dari pembangkit batu bara, bahan baku baterai kendaraan listrik juga berasal dari bijih logam yang digali dari perut bumi, seperti nikel, mangan, bauksit. Di Sulawesi dan Maluku, dua pulau dengan cadangan nikel Indonesia terbesar, penggaliannya di dalam area hutan sehingga mengakibatkan deforestasi.

Pengolahan bijih nikel menjadi bahan baku baterai memakai energi listrik yang berasal dari batu bara. Hingga 2022 bauran energi terbarukan nasional baru 11,5%. Pemerintah menargetkan bauran energi bersih sebanyak 23% pada 2025.

Kementerian Perindustrian memperkirakan pada 2025 akan ada 6 juta unit kendaraan listrik. Kebutuhan nikel untuk bahan baku baterai sebanyak 25.133 ton. Artinya, jika kandungan nikel Indonesia 1,8% (tiap 1 ton tanah menghasilkan 18 kilogram nikel), tanah yang akan dikeruk sebanyak 452.392.000 ton.

Biasanya 1 hektare tanah mengandung nikel yang dikeruk akan muat dalam 5 kapal tongkang masing-masing berkapasitas 7.500 ton. Artinya, luas lahan untuk memasok baterai kendaraan listrik dari nikel saja hingga 2023 berasal dari 12.064 hektare lahan.

Jadi, apakah kendaraan listrik bukan solusi mengurangi polusi dan emisi? Di Norwegia, polutan partikulat halus (PM2.5) turun 75% setelah 80% kendaraan energi fosil beralih ke kendaraan listrik pada 2000-2022. Tapi, seluruh energi listrik Norwegia sudah beralih ke energi terbarukan, seperti angin dan matahari.

Maka, syarat kendaraan listrik menjadi solusi mengurangi polusi udara jika sumber energinya berasal dari energi terbarukan. Bukan energi kotor seperti batu bara seperti yang masih jadi sumber energi Indonesia saat ini.

Ikuti percakapan tentang polusi udara di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain