Untuk bumi yang lestari

Pojok Restorasi| 26 April 2023

Potensi Nyamplung untuk Restorasi Lahan Gambut Terdegradasi

Nyamplung memiliki adaptasi tumbuh bagus di berbagai tipe lahan, termasuk di lahan gambut terdegradasi.

Nyamplung untuk merestorasi lahan gambut terdegradasi (Foto: CIFOR)

RAWA gambut Indonesia adalah salah satu penyerap dan penyimpan karbon terbesar di bumi. Masalahnya, lahan gambut di Indonesia banyak menghadapi ancaman kebakaran dan degradasi. Hal ini menyebabkan tanah berusia jutaan tahun ini rusak, jutaan emisi karbon terlepas ke atmosfer, dan memperburuk krisis iklim.

Pemerintah Indonesia hendak memulihkan lahan terdegradasi di Indonesia, termasuk merestorasi 2 juta hektare lahan gambut sebagai bagian dari kontribusi Indonesia dalam mitigasi krisis iklim dalam Perjanjian Paris.

Namun, merestorasi lahan gambut terdegradasi bukanlah tugas mudah. Mahalnya biaya, kondisi ekosistem yang rusak, kandungan organik yang sudah lepas, kondisi tanah masam, dan faktor hidrologis membuat tidak semua jenis tumbuhan bisa bertahan di lahan ini. Hanya beberapa jenis yang dapat tumbuh di lahan gambut terdegradasi. Salah satunya adalah nyamplung atau Calophyllum inophyllum.

Nyamplung merupakan spesies pohon tropis yang dapat dijumpai di 38 negara, termasuk di Indonesia. Secara alami, biasanya nyamplung tumbuh di lahan sepanjang pantai dan dataran rendah. Sehingga, ia toleran terhadap salinitas dengan pH 4 sampai 7,4. Pada umur 2-3 tahun, ia mulai berbuah dan buahnya menghasilkan minyak nabati yang banyak dimanfaatkan sebagai kosmetik, pengobatan, dan bioenergi.

Nyamplung dikenal sebagai jenis yang dapat tumbuh di berbagai tipe lahan, termasuk lahan terdegradasi. Sejak 50 tahun lalu, nyamplung digunakan untuk konservasi sepadan pantai dan rehabilitasi lahan pada tanah berbatu, berkapur, dan tergenang secara periodik di daerah pantai selatan Jawa.

Penelitian Nurtjahya et al (2008) menunjukkan bahwa nyamplung dapat bertahan di lahan bekas tambang timah di Bangka Belitung dengan skor hidup di atas 90%. Dengan nilai kemampuan bertahan hidup (survival rate) diatas 75%, bisa dikatakan nyamplung adalah jenis yang cocok untuk lahan terdegradasi.

Untuk di rawa gambut, nyamplung juga menunjukkan kemampuan adaptasi yang baik. Peneliti yang mempublikasikan riset jurnal Land pada 2018 itu menguji adaptasi terhadap empat jenis spesies tanaman hutan untuk bioenergi pada lahan gambut terdegradasi di Pulau Pisang, Kalimantan Tengah. Hasilnya, nyamplung memiliki kemampuan adaptasi dan pertumbuhan terbaik dibanding kemiri sunan, kaliandra, dan gamal.

Studi lain di IOP Conference Series: Earth and Envrionmental Science pada 2021 juga menunjukkan bahwa nyamplung memiliki survival rate di atas 80% setelah dua tahun penanaman di lahan gambut terdegradasi di Buntoi dan Kalampangan, Kalimantan Tengah. Setelah dua tahun, nyamplung di Kalampangan memiliki tinggi 0,93-1,13 meter dan diameter 1,75-1,89 sentimeter. Sedangkan nyamplung di Buntoi memiliki rata-rata tinggi 1,75 meter dan diameter 3,97 sentimeter.

Kemampuan nyamplung bertahan di lahan gambut terdegradasi tak hanya menghadirkan manfaat pemulihan, juga manfaat ekonomi untuk masyarakat. Nyamplung banyak dimanfaatkan untuk industri kosmetik dan farmasi, serta menghasilkan minyak nabati yang dapat dikonversi menjadi bioenergi.

Menurut studi CIFOR, 1 hektar hutan tanaman nyamplung menghasilkan hingga 10 ton minyak mentah. Rendemen minyak nyamplung tergolong tinggi, bervariasi antara 30-74%. Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan di jurnal Sustainability pada 2022 itu, rendemen minyak nyamplung 65-75% lebih tinggi dibanding tanaman yang memproduksi minyak nabati lainnya, seperti palem dan jatropha. Nyamplung juga selalu berbuah sepanjang tahun dan limbahnya dapat didaur ulang.

Secara bisnis, minyak nyamplung memiliki potensi besar sebagai tanaman energi terbarukan. Di Indonesia ada 3 juta lahan terdegradasi yang cocok untuk spesies ini.

Ikuti perkembangan terbaru rehabilitasi lahan di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain