
BARU-BARU ini, dunia dihebohkan oleh serigala dire (Aenocyon dirus) yang sudah dinyatakan punah. Dahulu, 13.000 tahun lalu, serigala ini adalah predator puncak di Amerika Utara. Dengan kemajuan bioteknologi, Colossal Biosciences,perusahaan Amerika Serikat, menghidupkan kembali tiga ekor serigala dire. Bagaimana bisa?
Secara singkat, para ilmuwan menggunakan DNA purba serigala dire dari gigi berusia 13.000 tahun dan tengkorak berusia 72.000 tahun. Mereka mengekstraksi DNA purba tersebut dan menyusun dua genom serigala dire berkualitas tinggi. Genom tersebut berisi kumpulan informasi genetik dari serigala dire.
Genom membutuhkan wadah agar bisa berkembang, yakni spesies serupa yang punya kekerabatan tertinggi dengan serigala dire. Para ilmuwan menemukannya dalam DNA serigala abu-abu. Menurut siaran persColossal Biosciences, serigala abu-abu memiliki 99,5% kesamaan DNA dengan serigala dire.
Para peneliti lalu menganalisis genetika serigala abu-abu untuk mengubah selnya. Mereka melakukan 20 penyuntingan pada 14 gen serigala abu-abu berdasarkan informasi genom serigala dire yang telah mereka dapatkan. Dari situ mereka menghasilkan kloning sel lalu menstransfernya ke sel telur donor anjing domestik.
Embrio yang berkembang dengan sehat kemudian ditanamkan ke anjing domestik. Anjing ini juga berperan sebagai induk pengganti. Setelah puluhan embrio dan percobaan, dua anak serigala dire lahir pada 1 Oktober 2024 dan seekor anak betina lahir pada 30 Januari 2025.
Kabar ini menandai keberhasilan ilmuwan untuk menghidupkan hewan yang telah punah. Kepunahan spesies menjadi isu global. Para ilmuwan menyebutnya bumi tengah memasuki "kepunahan keenam".
Ke depan, Colossal Biosciences berencana membangkitkan kembali mammoth berbulu yang telah punah 4.000 tahun lalu, harimau tasmania (punah sejak 1936), dan burung dodo (punah sejak era 1600-an).
Mereka menyatakan membawa kembali hewan yang telah punah akan membantu kita mengatasi perubahan iklim dan kerusakan ekologis. Keberadaan mammoth akan membantu menjaga keberadaan salju di belahan bumi utara. Harimau tasmania akan mengembalikan keseimbangan ekologis di hutan Australasia. Kehadiran kembali burung dodo membawa kembali nilai simbolik burung ini.
Ide dan inovasi Colossal Biosciences membuat perusahaan ini mendapatkan pendanaan lebih dari US$ 225 juta dola. Namun, ide brilian ini tentu punya sisi lain.
Pertama, sebenarnya mereka tak sepenuhnya mengembalikan hewan yang telah punah. Serigala dire yang mereka hidupkan sejatinya adalah serigala abu-abu yang disisipkan genom serigala dire.
Satu spesies bisa memiliki puluhan ribu gen dengan berbagai kombinasi. Rekonstruksi informasi genetik dari sisa fosil menghasilkan spesies yang sama persis bukan hal mudah, bahkan hampir mustahil. Apalagi, DNA di fosil berusia ribuan tahun akan mengalami degradasi. Sehingga pada akhirnya, hanya fragmen-fragmen pendek DNA yang tersisa dan dapat digunakan.
Kedua, klaim kehadiran hewan purba bisa membantu kita melawan perubahan iklim belum sepenuhnya terbukti. Sebab, mammoth atau serigala dire hidup di kondisi yang sepenuhnya berbeda dengan hari ini. Kepunahan mereka bukan semata disebabkan oleh manusia. Melainkan karena perubahan iklim yang terjadi secara alami.
Bagaimana jika menghidupkan hewan yang punah karena ulah manusia, seperti harimau tasmania atau burung dodo? Satu sisi, itu akan jadi berita yang baik. Namun satu sisi, jika kita tak mengatasi ancaman yang menyebabkan kepunahan mereka, perburuan dan hilangnya habitat, menghidupkan hewan punah akan menjadi malapetaka baru.
Ketiga, untuk menghidupkan kembali hewan punah bukan usaha yang ringan dan butuh modal besar. Walau Colossal Bioscience tak mengungkapkan biaya yang mereka keluarkan untuk inovasi ini, diperkirakan butuh jutaan dolar AS.
Menghidupkan kembali hewan yang sudah punah adalah ide brilian mengembalikan keanekaragaman hayati. Tapi sebelum kesana, kita perlu mengatasi ancaman yang menggerus ribuan spesies hewan di bumi. Seperti deforestasi, konversi lahan, polusi plastik, perburuan liar, hingga perubahan iklim.
Ancaman yang manusia ciptakan telah menempatkan kita di kepunahan massal keenam. Sebanyak 100 sampai 10.000 spesies punah setiap tahun dengan laju kepunahan 100 sampai 1.000 kali lebih cepat dari laju kepunahan alami.
Ikuti percakapan tentang kepunahan keenam di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.

Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :