Untuk bumi yang lestari

Pojok Restorasi| 10 Maret 2023

Masyarakat Adat Penjaga Pohon Kulim dan Giam

Masyarakat adat menjaga pohon kulim dan giam lestari. Pohon apa ini?

Pohon kulim di hutan adat Imbo Putui, Riau

EKSPLOITASI hutan mengancam keragaman jenis pohon Indonesia. Jenis pohon yang jumlah populasinya menurun antara lain ramin (Gonystylus sp), gaharu (Aquilaria sp), kulim (Schorodocarpus borneensis), andalas (Morus macroura), giam (Cotylelobium melanoxylon), taxus (Taxus sumatrana) dan merbau (Intsia palembanica).

Kulim dan giam adalah pohon asli hutan Sumatera. Masyarakat Sumatera secara turun-temurun memakai kayu kulim untuk kusen pintu, jendela, tiang, hingga untuk konstruksi berat. Kulitnya bermanfaat untuk kesehatan karena mengandung antioksidan, antibakteri, antileukimia dan antikanker. Buah kulim sering dimanfaatkan sebagai bumbu karena memiliki aroma seperti bawang putih.

Giam juga banyak manfaatnya. Kayunya, meskipun tak sekuat dan seawet kulim, juga sering dipakai bahan mebel. Beberapa penelitian menunjukkan kulit kayu giam mengandung senyawa antioksidan dan antidiabetes.

Hutan adat terbukti bisa melestarikan kulim dan giam. Salah satu upaya Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuok adalah eksplorasi sumber benih dua jenis pohon ini, di dalam maupun di luar kawasan hutan di Sumatera, terutama di Kawasan Hutan Adat Imbo Putui, Kampar, Riau; dan Kawasan Hutan Adat Guguk, Merangin, Jambi.

Hutan adat Imbo Putui dikelola lembaga masyarakat adat. Hutan Adat Imbo Putui terbagi menjadi dua bagian, bagian selatan dan bagian utara jalan utama yang menjadi akses ke lokasi perkebunan. Aktivitas masyarakat luar adat fokus di hutan selatan yang lebih luas.

Berdasarkan survei vegetasi oleh tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tegakan kulim ada di bagian tengah hutan yang memiliki tutupan hutan masih baik. Jarak dari jalan utama sekitar 50-300 meter.

Kecenderungan sebaran pohon kulim mengelompok secara sporadis di dalam hutan, dengan jumlah pohon pada tiap kelompok mencapai belasan. Pada lokasi yang mulai terbuka, jenis-jenis pionir seperti sesendok (Endospermum mollucanum), skubung (Macaranga gigantea) dan mahang (Macaranga triloba) mendominasi. 

Keragaman tumbuhan berdasarkan indeks keragaman Shannon-Wiener menunjukkan hutan adat Imbo Putui masuk kategori sedang (H’= 2,0275). Tingkat keragaman ini lumayan mengingat lokasinya terkepung perusahaan perkebunan swasta maupun masyarakat, ditambah akses lokasi yang mudah dan sangat dekat dengan permukiman penduduk. Hukum adat cukup efektif menjaga hutan Imbo Putui.

Sementara hutan adat Guguk terletak di Bukit Tapanggang, Desa Guguk, Kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin, Jambi. Kawasan ini ditetapkan sebagai hutan adat berdasarkan Surat Keputusan Bupati Merangin Nomor 287 Tahun 2003 tentang pengukuhan kawasan Bukit Tapanggang sebagai hutan adat masyarakat hukum adat Desa Guguk.

Pohon giam di hutan adat Guguk, Jambi

Luas hutan adat Desa Guguk 690 hektare. Kondisi hutannya masih terjaga. Dikelola oleh Kelompok Pengelola Hutan Adat (KPHA) Guguk, satwa liar masih di dalamnya, seperti harimau, beruang, dan tapir. Burung Rangkong gading dan Kuau Raja, juga sering terlihat di hutan Guguk. 

Hasil analisis vegetasi di kawasan hutan adat Guguk menunjukkan giam tertinggi sebanyak 31 pohon per hektare. Analisis keragaman tumbuhan berdasarkan perhitungan menggunakan indeks keragaman Shannon-Wiener nilainya masuk kategori tinggi, yakni H’ = 3,201. 

Aturan adat terkait hutan adat Guguk masih diterapkan, seperti hutan larangan, lubuk larangan, denda hewan ternak kepada pelaku penebangan pohon tanpa izin. Larangan di sini mengacu pada pemanfaatan secukupnya. Ada peraturan desa yang mengatur kuota tebangan kayu tiap tahun yang diperbolehkan ditebang.

Pemanfaatan lainnya seperti panen ikan dari lubuk larangan juga diatur setiap tahun. Masyarakat juga banyak memanfaatkan jenis-jenis tumbuhan obat yang ada dalam Hutan Adat Guguk.

Dari dua hutan adat di Sumatera ini terlihat bahwa pengelolaan adat bisa melestarikan dua jenis pohon asli Sumatera yang terus menurun jumlahnya ini.

Ikuti percakapan tentang hutan adat di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Peneliti madya Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN

Pengendali ekosistem hutan Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kuok

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain