BENCANA hidrometeorologi akan meningkat tahun depan, salah satunya kebakaran hutan dan lahan. Prediksi ini disampaikan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam Pandangan Iklim 2023 beberapa waktu lalu.
Dwikorita meminta semua pihak bersiap menghadapi bencana iklim basah dan kering pada 2023. "Potensi kebakaran hutan dan lahan di tahun 2023 bakal lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2020, 2021 maupun 2022," katanya.
Dalam tiga tahun terakhir musim kemarau cenderung lebih basah sebagai akibat dari La Niña triple dip. Tahun depan, kata dia, El Niño-Southern Oscillation (ENSO) atau fenomena alam berupa fluktuasi suhu muka laut di sekitar bagian tengah dan timur garis khatulistiwa Samudera Pasifik yang berinteraksi dengan perubahan kondisi atmosfer di atasnya berada pada fase netral.
Akibat fase netral atmosfer itu memicu anomali iklim basah, yaitu La Niña dan memicu anomali iklim kering (El Niño). Fase netral juga terjadi pada iklim Samudra Hindia, yaitu Indian Ocean Dipole (IOD) juga berada di fase netral.
Berdasarkan monitoring dan prediksi BMKG, kondisi suhu muka laut di wilayah Indonesia pada September hingga November 2022 berada dalam kondisi hangat, kemudian diprediksi akan menurun menuju kondisi normal mulai Desember 2022 hingga Mei 2023.
Karena kompleksitas dan dinamika kondisi atmosfer dan interaksinya dengan lautan di wilayah kepulauan Indonesia, BMKG memberikan peringatan bencana hidrometeorologi kering dan basah di tahun 2023. Beberapa daerah akan mengalami curah hujan di bawah normal, sementara daerah lainnya akan mengalami curah hujan tinggi di atas normal.
Curah hujan di bawah normal bisa memicu bencana hidrometeorologi kering yang menyebabkan kekeringan dan kebakaran hutan. Sebagian kecil Papua Barat bagian timur dan sebagian kecil Papua bagian utara menjadi daerah yang diprediksi mengalam curah hujan di bawah normal.
Sementara itu, wilayah yang berpotensi kekeringan dan kebakaran lahan dan hutan selama periode kemarau 2023, umumnya terjadi di wilayah Riau, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, sebagian Kalimantan khususnya bagian barat, tengah dan selatan, serta sebagian Sulawesi Selatan, Jawa Barat bagian utara, Jawa Tengah bagian selatan, Jawa Timur bagian timur, Bali Utara, sebagian Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Suhu udara pada 2023 juga diprediksi lebih hangat dibandingkan rata-rata, mengikuti tren kenaikan suhu selama tujuh tahun terakhir. Akan tetapi kemungkinan terjadinya fenomena gelombang panas (heatwave) di Indonesia sangat kecil.
Sebab, wilayah Indonesia dikelilingi oleh lautan yang lebih luas dari luas daratan dan memiliki kelembaban udara tinggi yang dapat berperan sebagai "radiator" atau pendingin. “Sehingga sangat sulit terjadi heatwave di wilayah kepulauan Indonesia,” kata Dodo Gunawan, pelaksana teknis Deputi Klimatologi.
Gelombang panas merupakan fenomena aliran udara panas yang berkepanjangan selama lima hari atau lebih secara berturut-turut, di mana suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5°C atau lebih.
Fenomena ini terjadi karena adanya udara panas yang terperangkap di suatu wilayah, akibat anomali atmosfer yang mengakibatkan aliran udara tidak bergerak dalam skala luas.
Dwikora juga meminta semua pihak melakukan mitigasi dan antisipasi terhadap potensi meningkatnya curah hujan yang melebihi rata-rata pada 2023 di wilayah-wilayah tertentu.
Pandangan Iklim BMKG 2023 itu menyebutkan bahwa ada sejumlah wilayah yang berpotensi mendapat curah hujan tahunan tinggi yaitu 2.500 milimeter per tahun. Wilayah tersebut adalah pegunungan Bukit Barisan, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatra Selatan, sebagian Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, sebagian besar Kalimantan, sebagian Sulawesi Barat, sebagian besar Sulawesi Selatan, dan sebagian besar Papua
Adapun daerah yang diprediksikan mengalami hujan tahunan di atas normal adalah sebagian kecil Jambi bagian selatan, sebagian kecil Jawa Barat bagian utara, sebagian kecil Jawa Timur bagian timur, sebagian kecil Kalimantan Timur bagian selatan, sebagian kecil Bali bagian utara, sebagian NTB, dan sebagian kecil Sulawesi Tengah bagian timur.
"Masyarakat yang tinggal di bantaran atau lembah sungai harus betul-betul waspada akan terjadinya banjir maupun banjir bandang. Juga mereka yang tinggal di daerah perbukitan,” kata Dwikorita. Jika hujan lebat terjadi berjam-jam, kemungkinan terjadinya bencana longsor dan banjir bandang akan semakin besar.
Dwikorita meminta agar sistem drainase, sistem peresapan dan tampungan air harus dikelola dengan optimal untuk mencegag banjir. Begitu pula waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya untuk pengelolaan curah hujan tinggi saat musim hujan dan penggunaannya di saat musim kemarau.
Awal musim penghujan sendiri sudah dimulai sejak bulan September 2022. Sedangkan puncak musim penghujan diprediksi terjadi di bulan Desember 2022 dan Januari 2023. Akan tetapi sejumlah daerah sudah diterjang banjir seperti Bali, Aceh, dan pesisir selatan Jawa.
BMKG meminta masyarakat mewaspadai munculnya berbagai penyakit selama musim penghujan. Selain kebakaran hutan dan lahan, banyaknya genangan air, perubahan suhu lingkungan yang drastis dapat memicu dan membuat daya tahan tubuh seseorang lebih rentan terserang berbagai penyakit, seperti influenza, demam berdarah, diare, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), hingga leptospirosis akibat banjir.
Ikuti perkembangan terbaru kebakaran hutan di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :