
PARA peneliti menyebut Raja Ampat di Papua sebagai jantung segitiga terumbu karang dunia. Dengan status itu, Raja Ampat memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Sebanyak 75% spesies karang bumi ada di wilayah ini.
Bagi banyak biota laut, termasuk hiu dan pari, Raja Ampat adalah surga. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi satu spesies hiu, yakni hiu zebra (Stegostoma tigrinum).
Hiu zebra adalah salah satu spesies hiu karpet yang ditemukan di wilayah Indo-Pasifik tropis. Tak seperti hiu lain yang berukuran besar, panjang hiu zebra hanya 2 meter saat dewasa dengan pola bintik-bintik di badannya. Walau tak besar, ia adalah pemain penting dalam kesehatan ekosistem terumbu karang.
Dahulu, ada ribuan hiu zebra di Raja Ampat. Namun pengeboman dan perburuan hiu zebra pada 1990 hingga 2000 membuat populasinya menurun drastis. Survei para peneliti selama lebih dari 15.000 jam pada 2001-2021 hanya menemukan tiga individu.
Dalam analisis populasi oleh IUCN, populasi hiu zebra hanya sekitar 20 individu yang tersebar di kepulauan Raja Ampat seluas 6 juta hektare. Dengan jumlah tersebut, hiu zebra sudah dinyatakan punah secara fungsional.
Setidaknya butuh 200 individu untuk mencegah kepunahan lokal, dari sekitar 2.000 individu agar menjaga potensi evolusi dan keragaman genetik yang memadai untuk populasi hiu zebra. Sementara perkembangbiakan hiu zabra sangat lambat.
Beberapa ahli konservasi dari berbagai lembaga dan negara menjalankan proyek Stegostoma tigrinum Augmentation and Recovery (StAR). Proyek ini bertujuan mengembalikan populasi hiu zebra di Raja Ampat ke kondisi stabil. Target mereka bisa melepas 500 ekor hiu zebra ke Raja Ampat dalam waktu 10 tahun sejak 2022.
Untuk memulihkan hiu zebra, para peneliti memilih hiu zebra unggul dari sub populasi Indonesia Timur-Oseania sebagai indukan. Mereka akan dibawa ke fasilitas khusus pengembangbiakan yang ada di berbagai negara, mulai dari fasilitas di SEA LIFE Sydney Aquarium di Australia, hingga Shark Reef Aquarium di Amerika Serikat.
Setelah hiu zebra di fasilitas tersebut kawin dan menghasilkan telur, para ilmuwan akan memantaunya secara ketat. Mereka akan memastikan bahwa telur tersebut telah dibuahi dan akan berkembang menjadi anakan hiu zebra.
Setelah terdapat embrio, mereka akan mengemas telur tersebut secara hati-hati dalam pendingin dan mengirimnya ke Raja Ampat agar anak hiu zebra segera beradaptasi dengan perairan Raja Ampat.
Proses pengirimannya harus memperhitungkan golden time, yakni antara minggu ke-10 hingga ke-15. Para peneliti harus mengirimnya secara hati-hati karena perjalanan dari fasilitas pengembangbiakkan ke Raja Ampat sepanjang ribuan kilometer melintasi samudera Pasifik. Secara alami telur hiu zebra cukup kuat untuk menempuh perjalanan yang cukup lama.
Begitu sampai, proses adaptasi dilakukan secara bertahap. Saat menetas, anakan hiu zebra yang berukuran 25 sentimeter akan dipindahkan ke tangki khusus untuk anakan hiu. Begitu panjangnya sudah mencapai 50 senti, mereka akan diberi tag microchip yang membantu ilmuwan melacak keberadaan mereka.
Setelah itu, hiu-hiu tersebut akan dipindahkan ke keramba laut. Para anakan hiu diperkenalkan ke lingkungan laut Raja Ampat yang lebih luas. Jika mereka menunjukkan kondisi normal dan baik, peneliti akan melepaskannya ke area yang telah ditentukan di Raja Ampat.
Proyek rewilding ini membawa harapan besar bagi masa depan hiu zebra di Raja Ampat. Jika berhasil, proyek ini akan menjadi cerita sukses rewilding pertama biota laut di dunia.
Namun, proyek rewilding ini masih punya banyak tantangan. Mulai dari potensi telur yang gagal menetas hingga praktik perburuan ilegal yang mengintai. Rewilding perlu didukung oleh proyek lain, seperti patroli yang ketat, edukasi ke nelayan, sampai peningkatan kesejahteraan nelayan tanpa harus membunuh hiu dan hewan dilindungi lainnya.
Ikuti percakapan tentang konservasi laut di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.

Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :