Untuk bumi yang lestari

Surat dari Darmaga| 19 Februari 2024

Free Riders dan Pendidikan Individualis

Apa itu free riders? Mereka ada di sekitar kita.

Free riders

ISTILAH penunggang bebas atau free riders biasanya dipakai untuk membahas fenomena ekonomi dan politik serta ilmu-ilmu sosial. Dalam ekonomi, fenomena itu dianggap sebagai salah satu jenis kegagalan pasar dalam mengalokasikan sumber daya, ketika orang-orang yang memperoleh manfaat dari barang publik dan sumber daya milik bersama, membayar di bawah standar atau tidak membayarnya sama sekali.

Misalnya dalam pengelolaan barang publik seperti hutan negara, pantai, sungai, atau udara. Dalam hal ini, perilaku orang cenderung memanfaatkan atau mendayagunakan barang publik secara berlebihan, karena risiko dan dampak buruknya menimpak semua orang. Dalam waktu bersamaan mereka tidak bersedia menjaganya agar berkelanjutan. 

Dengan begitu, penunggang bebas menjadi masalah ekonomi yang menyebabkan rendahnya produksi atau konsumsi yang berlebihan. Bila terlalu banyak orang menjadi penunggang bebas, suatu sistem atau layanan publik pada akhirnya tidak akan memiliki sumber daya yang cukup.

Perilaku penunggang bebas seperti itu juga menyebabkan produksi barang tidak mempertimbangkan biaya yang ditanggung oleh orang lain. Kerusakan jasa ekosistem, misalnya, akan dibiarkan meski kita tahu kerusakan terjadi akibat pemanfaatkan sumber daya alam secara berlebihan.

Akibatnya, sumber daya milik bersama atau barang publik menjadi tidak dilindungi, dimanfaatkan secara berlebihan, atau terdegradasi. Meskipun ada bukti bahwa masyarakat cenderung kooperatif dan bersifat sosial, kehadiran penunggang gratis menyebabkan kerja sama masyarakat memburuk. Akibatnya, egoisme meningkat.

Istilah penunggang bebas pertama kali digunakan dalam teori ekonomi untuk barang publik. Dalam konteks lain, istilah ini dipakai dalam perundingan, undang-undang antimonopoli, psikologi, ilmu politik, maupun penggunaan vaksin (Carolyn, 2006). Dalam vaksin misalnya, seseorang yang menolak menjadi penunggang besar menikmati terhentinya penyakit menular karena kekebalan meningkat karena lebih banyak orang menerima vaksin. 

Dalam politik global, negara-negara atau aktor-aktor tertentu memperoleh manfaat dari barang atau tindakan kolektif tanpa menanggung biaya atau memberikan kontribusi terhadap upaya kolektif itu. Misalnya, negara-negara yang tidak peduli terhadap upaya untuk mengendalikan perubahan iklim. Karena kita tinggal di satu planet, negara yang tak peduli pada mitigasi iklim akan menerima manfaatnya melalui berkurangnya pencemaran atau ketersediaan udara bersih karena banyak negara lain mengendalikannya.

Dalam kehidupan sehari-hari, sifat manfaat suatu kegiatan tidak hanya dinikmati oleh orang tertentu, juga dirasakan banyak orang. Tapi tidak setiap orang melakukan kegiatan tersebut. Misalnya, mempertahankan fungsi kawasan lindung untuk mencegah banjir dan kekeringan. Di sini ada konsep “missing hero trap”.

Konsep “perangkap pahlawan yang hilang” itu merupakan fenomena psikologi, di mana individu atau kelompok masyarakat menjadi terpaku pada gagasan bahwa setiap orang harus bertanggungjawab pada dirinya sendiri. Akibatnya setiap orang tidak bersedia melakukan tindakan untuk mewujudkan tanggung jawab bersama. Hal itu sering terjadi ketika kita butuh peran seseorang yang memikirkan kepentingan bersama, tetapi, faktanya, tidak ada seorang pun yang mengambil peran itu.

Situasi seperti itu sejalan dengan konsep penunggang bebas. Orang cenderung tidak ingin menanggung risiko pribadi untuk berbuat baik bagi banyak orang, sambil berharap ada orang lain melakukannya. Bila ada orang lain yang bersedia melakukannya, ia akan ikut menikmati manfaatnya.

Albert O. Hirschman, ekonom Jerman, percaya bahwa penunggang bebas adalah masalah dalam perekonomian kapitalis, yang menganggap fenomena itu berkaitan dengan pergeseran kepentingan masyarakat. Ketika tingkat stres naik pada individu di tempat kerja, mereka mencurahkan lebih sedikit sumber daya untuk urusan publik.

Menurut Hirschman, ketika kebutuhan masyarakat naik, mereka menjadi lebih tertarik pada kegiatan berciri aksi kolektif. Hal ini menyebabkan individu mengorganisasikan dirinya ke dalam berbagai kelompok dan hasilnya adalah upaya penyelesaian permasalahan publik.

Namun, ketika kerja individu untuk kepentingan publik terganggu, misalnya karena tiadanya orang yang dapat dipercaya, tingkat komitmen pendukung terhadap aksi kolektif akan menurun.

Para pendukung model Hirschman menegaskan bahwa faktor penting dalam memotivasi orang adalah bahwa mereka didorong oleh seruan seorang pemimpin untuk melakukan altruisme. Bung Hatta dalam “Kumpulan Karangan IV”, 1954, mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan kunci. Untuk mewujudkannya, baik dalam bentuk pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan masyarakat, hanya mungkin bila setiap pendidik ataupun pemimpin mau mendidik dirinya sendiri terlebih dahulu.

Fenomena itu sekaligus menegaskan sumber daya alam membawa sifat tersendiri, yang wajib dipelajari dan digunakan sebagai ilmu pengetahuan yang menentukan bagaimana manusia seharusnya berperilaku. Manusia tidak bisa hanya mengandalkan logika untung-rugi sebagaimana analisis biaya-manfaat, karena nilai biaya dan manfaat hanya ditentukan oleh mekanisme pasar, tidak bisa menyediakan semua nilai yang dibutuhkan kehidupan.

Sifat sumber daya alam dan upaya pelestarian fungsinya yang senantiasa diikuti oleh kehadiran penunggang gratis, akan terjadi terus-menerus dan menjadi isu publik seiring semakin diajarkan cara berpikir untuk kepentingan individu. Pemecahannya tidak hanya mengandalkan rasionalitas ilmu pengetahuan, juga harus menggunakan keputusan dan nilai-nilai yang memperhatikan kebutuhan bersama.

Ikuti percakapan tentang free riders di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Guru Besar Kebijakan Kehutanan pada Fakultas Kehutanan dan Lingkungan serta fellow pada Center for Transdiciplinary and Sustainability Sciences, IPB.

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain