Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 19 Agustus 2023

Uji DNA Pohon Tembaga yang Menjadi Saksi Sejarah Banyumas

Pohon tembaga di Banyumas punya nilai sejarah penting. Statusnya terancam.

Pohon tembaga di Desa Kalisube Banyumas berusia lebih dari 450 tahun (kiri) dan pohon tembaga di depan kantor Kecamatan Banyumas berumur lima tahun (Foto: ILG Nurtjahjaningsih)

BAGI masyarakat Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pohon tembaga punya nilai sejarah penting. Pohon ini menjadi penanda kepindahan ibu kota Banyumas dari Wirasaba (sekarang Purbalingga) ke Desa Banyumas pada pemerintahan Bupati I Joko Kaiman (Adipati Mrapat) pada 1571.

Ibu kota Banyumas pertama tersebut merupakan situs tembagan yakni tempat sebaran alam pohon tembaga. Masyarakat setempat menyebutnya “pohon tembaga” karena kulit batangnya berwarna oranye-merah seperti warna tembaga dan semakin kemerahan ketika terkena sinar matahari.

Konstruksi Kayu

Satu-satunya pohon tembaga sekarang bisa dilihat di makam Tembaga di perbatasan Desa Kalisube dan Pekunden, dekat dengan pertemuan aliran sungai Pasinggangan dan sungai Banyumas (sekarang sungai ini sudah hilang). Pohon tembaga itu diperkirakan telah berumur 450 tahun, sejak kepemimpinan Adipati Mrebet.

Database kayu Indonesia belum merekam pohon tembaga. Masyarakat Banyumas beranggapan pohon tersebut hanya satu-satunya di dunia.

Pohon ini tidak berbuah serta tidak ditemukan biji di sekitarnya. Selain itu, banyak kalangan mengatakan pohon tersebut tidak dapat diperbanyak dengan pembiakan vegetatif, baik secara konvensional (cangkok, stek) maupun kultur jaringan. Pohon tembaga tumbuh lambat. Pada musim kemarau, pohon ini menggugurkan daun dan batangnya meranggas, namun bersemi kembali saat musim hujan.

Tidak berproduksinya bunga/buah pohon tembaga kemungkinan karena umurnya sudah terlalu tua. Pembiakan vegetatif seperti stek pucuk atau cangkok perlu dicobakan dan dilakukan terus menerus. Hal tersebut dimungkinkan menggunakan tanaman muda dengan trubusan yang distimulasi secara buatan.

BRIN dan Fakultas Biologi Universitas Sudirman coba meneliti dan mengidentifikasi pohon tembaga. Dari identifikasi morfologi dan genetik melalui uji DNA, serta sampel herbarium dari pohon tembaga di depan kantor Kecamatan Banyumas yang diperkirakan berumur 5 tahun dan sedang berbuah, ada harapan perbanyakan pohon tembaga. DNA pohon tembaga saat ini telah dicocokkan dengan database DNA tumbuhan yang ada di dunia.

Berdasarkan ciri morfologis dan uji tiga sampel DNA, nama Latin pohon tembaga adalah Margaritaria indica. Ia termasuk anggota Angiosperms yang berbunga dan berbuah pada April-Agustus, serta dapat tumbuh meninggi hingga 30 meter dan menggugurkan daun seperti jati. Penelitian lain melaporkan bahwa kulit batang pohon tembaga bernilai ekonomi tinggi untuk obat anti inflamasi dan obat parasit cacing pada manusia. Ada informasi bahwa sebaran alami pohon tembaga cukup luas, dari Taiwan, Asia Tenggara, hingga ke Australia.

Di Indonesia, pohon ini ada di Sumatera, Jawa, kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan kepulauan Aru. Hal ini menggugurkan anggapan masyarakat bahwa pohon ini satu-satunya di Banyumas.

Menurut daftar merah IUCN, genus Margaritaria bukan merupakan kelompok tumbuhan  terancam punah (endangered near threatened). Namun oleh standar kepunahan Singapura dan Semenanjung Malaysia, status konservasinya masuk kategori terancam, berdasarkan tingkat kemunculan dan area kemunculannya.

Jenis pohon tembaga Banyumas banyak tersebar di hutan primer, sekitar sungai dan rawa gambut serta batu kapur, hingga ketinggian 650 meter dari permukaan laut.

Di Singapura, ada informasi hanya tiga dari 10 biji pohon tembaga memiliki embrio yang sehat. Hal ini diperkirakan karena keterbatasan dari keberhasilan persilangan yang dimungkinkan karena minimnya individu yang berkawin serta pohon di sekitarnya.

Informasi keberhasilan perbanyakan Margaritaria indica melalui stek 10 sentimeter dari ujung ranting hingga bagian tak berkayu atau semi-berkayu menunjukkan harapan pohon ini bisa diperbanyak. Cara perbanyakan klon sebaiknya dilakukan juga pada individu-individu dari sumber daerah lain untuk memperlebar sumber genetik dari tanaman lokal. Sebab jika penyempitan genetik berujung pada kepunahannya yang disebabkan perkawinan kerabat.

Jika individu pohon tembaga telah menjadi banyak, studi lebih lanjut mesti berfokus pada bagaimana meningkatkan produksi benih. Penelitian-penelitian ini penting mengingat pohon tembaga punya nilai sejarah penting bagi Banyumas.

Ikuti percakapan tentang pohon langka di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Peneliti Ahli Utama di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Peneliti Ahli Utama di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain