Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 27 Februari 2023

Media Belum Jadi Rujukan Kredibel Krisis Iklim

Survei Remotivi mengidentifikasi media belum optimal mendorong keterlibatan masyarakat mencegah krisis iklim.

Cuaca ekstrem akibat krisis iklim

MEDIA punya peran penting dalam membangun kesadaran publik akan bahaya krisis iklim. Survei Remotivi kepada 1.097 responden yang tinggal di perkotaan dan perdesaan pada Agustus-September 2022 menunjukkan mayoritas responden paham krisis iklim tapi menganggapnya tak berbahaya.

Menurut Geger Riyanto, editor Remotivi, para responden mengaku mendapatkan pengetahuan tentang krisis iklim dari webinar, diskusi dengan kolega, atau penjelasan guru di sekolah. Meski media massa punya peran signifikan, kepercayaan responden kepada informasi krisis iklim di media masih lemah.

Para responden umumnya menilai artikel krisis iklim di media massa baru sebatas sumber informasi, belum menjadi rujukan yang kredibel. Akibatnya, para analis survei ini menyimpulkan, informasi di media massa belum cukup menggerakkan publik turut serta mencegah krisis iklim dalam tindakan kolektif.

Para responden masih melakukan aktivitas individual dalam mitigasi krisis iklim dalam kegiatan sehari-hari yang ramah lingkungan. Sebanyak 60-70% responden mengaku melakukan aktivitas ramah lingkungan cukup rutin. Baru 40% responden mengaku terlibat paling tidak sekali dalam aktivitas prolingkungan. 

Belum tumbuhnya kesadaran bahwa krisis iklim perlu dicegah sejak dari kebijakan publik membuat sikap responden terbelah. Hanya 54% yang menyatakan kebijakan mitigasi krisis iklim yang perlu mendapat prioritas tinggi dan sisanya menganggap kebijakan publik belum perlu mencegah perubahan iklim.

Individu yang lebih sering terpapar informasi dari media, kata Geger Riyanto, cenderung lebih sadar lingkungan. “Televisi menjadi sumber paparan dengan pengaruh paling besar dibanding media online dan media sosial,” kata dia.

Penyebab informasi media tentang krisis iklim belum menjadi rujukan kredibel, kata para responden, adalah karena informasi yang disajikan media terlalu sederhana dan tidak komprehensif. Selain itu, informasi krisis iklim dianggap terlalu abstrak dengan istilah kompleks. Mereka menginginkan informasi krisis iklim yang menarik dilengkapi dengan data dan solusi yang jelas. 

Yang menarik dari sikap responden dalam mencerna informasi krisis iklim jika artikel tentang tema itu menyorot bahaya ekstrem, dalam bentuk bencana, potensi bahaya, dan kematian manusia akibat krisis iklim. Liputan tentang banjir, kebakaran hutan, dan bencana hidrometeorologi cenderung menguggah mereka akan bahaya krisis iklim. 

Walhasil, survei Remotivi menghasilkan tiga rekomendasi untuk media dalam memberitakan krisis iklim:

  • Agar media memproduksi berita kredibel dan menarik, artinya sama dengan memproduksi berita yang berdampak pada keterlibatan publik pada aksi melawan krisis iklim.
  • Agar media mengemas narasi dalam bingkai kontekstual, interseksional, dan dekat dengan pengalaman publik.
  • Agar media melakukan kolaborasi dan adaptasi strategi produksi dengan orientasi kebutuhan audiens.

Para analisis survei Remotivi juga menekankan bahwa media sesungguhnya bisa turut menjadi solusi krisis iklim dengan membangun narasi yang mendorong kepedulian publik terhadap fenomena ini. Tiga saran itu akan membuat media tetap relevan di era pemanasan global.

Ikuti percakapan tentang krisis iklim di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain