
HINGGA Januari 2022, pemerintah telah mendistribusikan akses masyarakat terhadap kawasan hutan negara melalui perhutanan sosial seluas 5 juta hektare. Angka ini masih lumayan jauh dari target distribusi akses 12,7 juta hektare melalui program yang acap disebut tanah objek reforma agraria (TORA) bidang kehutanan ini.
Selain luas yang belum mencapai separuhnya sejak program ini dimulai pada 2014, problem lain perhutanan sosial adalah memberikan paradigma baru bagi petani hutan. Menurut Jo Kumala Dewi, Direktur Kemitraan Lingkungan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pola pikir petani setelah tujuh tahun program perhutanan sosial masih tanam, panen, jual.
Kini, kata Jo Kumala, para petani hutan mesti memiliki perspektif dengan pola pikir pengembangan usaha yang profesional. “Sekarang perhutanan sosial cukup fleksibel dengan model dan pengembangan bisnis,” kata dia dalam acara Bangun Mitra Perhutanan Sosial pada 26 Januari 2022.
Seperti industri kehutanan lain, konsep multiusaha juga dikembangkan dalam perhutanan sosial. Petani hutan bebas memilih komoditas yang akan dikembangkan pada lahan perhutanan sosial mereka. “Agar makin profesional dan makin punya nilai tambah produk mereka, kami terus damping kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS),” kata Jo.
Pendampingan petani hutan menjadi krusial dalam perhutanan sosial. Hasri dari lembaga pengelolaan hutan desa (LPDH) Batang di Sulawesi Selatan bersaksi tentang pengalamannya menjadi pendamping. Menurut dia, peran pendamping pertama-tama adalah mengubah paradigma para petani dalam kelompok.
Sebelum mereka bergabung dengan LPHD Batang, kata Hasri, para petani adalah pembalak liar. Mereka masuk hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Setelah ikut kelompk, mereka sadar apa yang mereka lakukan keliru. “Sekarang mereka menanam kopi,” kata Hasri.
Sebelum memilih komoditas kopi untuk mereka kembangkan, para petani juga belajar banyak hal terutama soal manajemen hutan. Dari pemetaan memakai GPS, mengenal komoditas yang cocok dengan hutan mereka, hingga belajar cara menanam hingga memanen kopi. Menurut Hasri, kopi LPHD Batang sedang mereka usahakan menjadi kelas specialty.
Problem petani berikutnya adalah pemasaran. Tedy Soemantri, Javanero Indonesia, mengatakan bahwa pengetahuan pemasaran sangat penting untuk dimiliki petani. Menurut dia, pemasaran berperan mengenalkan produk petani hutan ke pasar yang lebih luas.
Kunci dalam pengetahuan pemasaran untuk petani hutan sosial adalah pendekatan. Dari pengalaman Teddy, pendekatan memberikan pengetahuan tentang pemasaran amat penting agar pengetahuan petani sesuai dengan tujuan perhutanan sosial.
Pendekatan pertama kepada mereka, kata Teddy, adalah memberikan pemahaman bahwa berbisnis di kawasan hutan mesti berkelanjutan. Tak hanya komoditasnya, tapi cara mengelola komoditas tersebut. “Produk lestari lebih digemari di pasar,” katanya.
Karena itu perlu ada sertifikasi. Namun, untuk mencapai sertifikasi, ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi para petani hutan. Misalnya, untuk mendukung produk lestari, pemakaian pupuk juga mesti yang ramah lingkungan, seperti pupuk organik.
Setelah itu, teknik pengolahan komoditas menjadi lebih mudah. Sebab, komoditas harus diolah menjadi siap pakai ketika sampai di tangan konsumen. “Kami sudah membuat kurikulumnya,” kata Teddy. “KLHK bisa membuat kurikulum kopi petani hutan yang sesuai sistem agroforestri.”
Sebab, ukuran lain keberhasilan petani hutan dalam program perhutanan sosial adalah kemandirian produk. Dalam perhutanan sosial, petani yang sudah mencapai kelas ini tergolong kelas "Platinum". Saat ini baru sekitar 1% KUPS yang masuk kategori ini.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.

Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :