Untuk bumi yang lestari

Surat dari Darmaga| 27 Desember 2021

Buku yang Saya Baca Tahun Ini

Ada banyak buku mengulas demokrasi dan pengelolaan sumber daya alam. Pada akhirnya soal korupsi dan keadilan iklim.

Buku 2021 (Foto: LubosHouska/Pixabay)

FAKTA, jalan pikiran, atau berbagai perdebatan bisa kita masuki melalui buku. Tahun ini cukup istimewa, karena banyak buku yang bisa diunduh secara gratis dari beberapa penerbit. Beberapa yang saya baca:

Democracy, Markets and the Commons: Towards a Reconciliation of Freedom and Ecology. Lucas Peter, 2021. Yale University Press

Buku ini memeriksa hubungan antara demokrasi, pasar, dan sumber daya milik bersama, untuk menjawab pertanyaan apakah kapitalisme demokrasi benar-benar tatanan sosial terbaik. Kapitalisme kini menghadapi tantangan mendasar, seperti penurunan partisipasi politik, defisit demokrasi, meningkatnya ketidaksetaraan, ketidakstabilan ekonomi, degradasi ekologi dan, yang tak kalah pentingnya, secara global menyebabkan krisis iklim. 

Bila begitu, apakah konsep sumber daya milik bersama memperkuat praktik dan institusi demokrasi dengan membatasi atau bahkan mengatasi efek negatif politik, sosial-ekonomi dan ekologi dari pasar terbuka yang tidak adil? Kesimpulannya positif. Bahwa kebersamaan sangat kondusif bagi demokrasi, yang mensyaratkan orang memiliki hak dan kemampuan untuk menentukan bersama kondisi sosial mereka atau, dalam terminologi yang lebih ekologis, bersama-sama menciptakan realitas sosio-ekologis kita.

Handbook of Climate Justice. Tahseen Jafry (2019), editor. Routledge

Dalam publikasi sejak 1990-an, penerapan keadilan iklim untuk berbagai topik—seperti keuangan, bisnis, transisi secara adil, kebijakan pembangunan, lingkungan perkotaan, gender atau pengelolaan sumber daya alam—tetap ambigu. Buku pegangan ini coba mengatasinya dengan mengulas berbagai perubahan selama dua dasa warsa terakhir, termasuk soal keadilan iklim di berbagai wilayah lokal yang spesifik. Untuk skala internasional pembahasannya fokus pada negara-negara utara-selatan, karena ada perbedaan mencolok terkait aspek sosial, ekonomi, dan ketidaksetaraan politik.

Buku ini membekali pembaca dengan pemahaman, keterampilan, dan kerangka acuan dalam bidang penyelidikan kritis dengan penekanan pada pembelajaran berdasarkan penelitian dan aplikasi keadilan iklim yang mutakhir. Sumbernya praktik terbaik, proyek penelitian, refleksi tentang dimensi strategis keadilan iklim dan disiplin terkait, dengan kontribusi multidisiplin akademisi, aktivis, dan praktisi dari negara-negara utara maupun selatan.

Bridging the Elite-Grassroots Divide Among Anticorruption Activists. Abigail Bellows, 2019. Carnegie Endowment for International Peace

Perubahan politik yang dipicu korupsi tidak selalu menghasilkan reformasi sistemik. Ada banyak alasan untuk ini. Para reformis pemerintah hampir selalu menghadapi konflik kepentingan. LSM antikorupsi telah mengembangkan keahlian hukum dan teknis untuk menjadi mitra/pengawas yang sangat baik bagi pemerintah. Namun kekuatan ini menjadi rintangan dalam hal membangun kredibilitas dengan masyarakat awam yang ingin mereka wakili.

Dua strategi membantu masyarakat sipil mengatasi tantangan ini. Pertama, organisasi dapat mencari peran hibrid, untuk analisis kebijakan dan mobilisasi massa. Alternatifnya, organisasi dapat membangun koalisi formal atau informal dengan kelompok yang beroperasi di tingkat elite dan akar rumput. Kedua, strategi menjalankan keterampilan baru, yaitu menyatukan budaya dan metodologi organisasi berbeda maupun menentukan tuntutan yang secara teknis masuk akal dan menarik perhatian publik. Penggunaan teknologi informasi bisa mengintensifkan kebutuhan kohesi yang lebih besar di lapangan.

Extractivisms, Existences, and Extinctions: Monoculture Plantations and Amazon Deforestation, Markus Kröger, 2022. Routledge

Buku transdisiplin ini menggunakan konsep pengorganisasian dan kerangka teoretis baru untuk menganalisis politik sumber daya alam yang sedang berlangsung di era setelah-corona, darurat iklim yang semakin parah, serta dunia multi-kutub yang semakin kacau. Isinya mengeksplorasi redistribusi eksistensial oleh ekstraktivis yang berada dalam penghancuran serta perubahan kehidupan dan lingkungan hidup. Penulisnya mengeksplorasi berbagai jenis ekstraktivisme, mulai dari monokultur agro ekstraktivis hingga ekstraksi mineral, serta menganalisis persamaan dan perbedaannya.

Ia secara rinci menganalisis transformasi eksistensial di wilayah Amazon dan Cerrado, Brasil, yang sebelumnya dihuni oleh masyarakat adat, sekarang ditebangi oleh orang asing untuk perluasan perkebunan kedelai. Penulis buku ini juga membandingkan ekstraktivisme dengan perubahan eksistensial lokal yang lebih luas melalui jaringan produksi global dan pergeserannya yang dihasilkan oleh operasi ekstraktivis berbasis perkebunan monokultur, dengan mengintegrasikan banyak kisah kekerasan maupun perubahan epistemik serta moral di kantong ekstraktivis. Buku ini menawarkan rincian tentang bagaimana mengkarakterisasi dan membandingkan berbagai jenis dan derajat ekstraktivisme dan anti-ekstraktivisme.

Corruption, Integrity and the Law: Global Regulatory Challenges. Nicholas Ryder and Lorenzo Pasculli 2020. Routledge

Kajian korupsi sebagai kejahatan global dan penilaiannya terhadap kerangka antikorupsi global saat ini memerlukan perubahan paradigma secara radikal. Penting memikirkan kembali korupsi sebagai fenomena yang bukan hanya kriminalitas belaka tapi pada perkembangan yang melampaui individu dan negara.

Sudah terbukti peradilan pidana tidak efektif dan hukuman tidak mencukupi. Studi tentang korupsi global juga mengungkapkan betapa kuno dan disfungsionalnya paradigma tradisional hukum dan kekuasaan dalam menangani isu korupsi nasional maupun global. Untuk itu, penelitian dan intervensi sosial yang luas, yang diselaraskan dan dikoordinasikan di tingkat internasional, diperlukan untuk mempromosikan kondisi budaya dan masyarakat guna mewujudkan integritas dan kesetaraan legalitas. Penting pula memikirkan struktur politik dan kekuasaan saat ini, khususnya dogma kedaulatan nasional, dan sebagai konsekuensinya, peran dan kebijakan negara-bangsa dalam memerangi korupsi global.

Leadership for  Sustainability: Strategies for Tackling Wicked Problems. R. Bruce Hull, David P. Robertson, Michael Mortimer (2020). Island Press

Keberhasilan dalam pemecahan masalah pembangunan berkelanjutan semakin bergantung pada keterampilan untuk memecahkan “masalah jahat” (wicked problems), oleh “kepemimpinan jahat” (wicked leadership). Tidak ada solusi tunggal atas masalah seperti itu, sehingga kata “jahat” menunjukkan perlawanan terhadap resolusi, bukan perbuatan kejahatan. Alat pemecahan masalah tradisional, seperti teknologi, keahlian, rasionalitas, dan otoritas, biasanya tidak cukup. Buku ini menganjurkan untuk memecahkan masalah itu dengan tiga set keterampilan memimpin: kemampuan untuk bisa terhubung, berkolaborasi, dan beradaptasi.

Mempraktikkan kepemimpinan seperti itu dapat dilakukan oleh orang yang bertanggung jawab di puncak organisasi, profesional tingkat menengah, atau pemangku kepentingan dimana tidak ada yang memiliki otoritas atas orang lain. Setiap orang dapat dan harus memimpin dari tempat mereka berada. Buku ini menegaskan satu-satunya cara memimpin dalam situasi itu bila dapat membuat pemangku kepentingan bersama-sama membangun arah, keselarasan, maupun komitmen.

Corruption and Legislatures. Riccardo Pelizzo, Frederick Stapenhurst, 2014. Routledge

Buku ini menegaskan bahwa kegagalan memberlakukan undang-undang menjadi salah satu hambatan memberantas korupsi. Memobilisasi anggota parlemen untuk menangani korupsi secara serius dan melakukan amendemen konstitusi dan legislasi menjadi faktor penentu. Pelaksanaan undang-undang harus diawasi, dan mereka yang bertanggung jawab atas pelaksanaannya, harus mendapat sumber daya dan posisi yang diperlukan agar undang-undang itu berfungsi.

Peraturan harus bersifat antisipatif, bukan reaktif. Pembuat kebijakan perlu mengikuti secara aktif dan mengantisipasi praktik dan tren baru korupsi. Walau begitu, kelemahan undang-undang tidak boleh menjadi alasan. Korupsi masalah multi-segi dan parlemen memiliki peran kunci melalui fungsi inti melalui pengawasan, legislasi, dan perwakilan. Walaupun faktanya, parlemen juga menjadi bagian dari korupsi, dengan “korupsi legislatif” yang selama ini terbukti. Buku ini juga menguraikan korupsi legislatif dan memeriksa secara rinci perilaku legislator yang tidak etis dan masalah pendanaan politik maupun kecurangan pemilu.

Curiosity Studies:A New Ecology of Knowledge. Perry Zurn, Arjun Shankar, 2020,  University of Minnesota Press

Buku ini menyebut bahwa rasa ingin tahu harus menjadi jantung setiap institusi pendidikan karena bisa mendorong pengetahuan baru. Keingintahuan juga menjadi bekal terwujudnya masyarakat kritis, yang menjadi pondasi demokrasi. Istilah "ekologi pengetahuan" merujuk pada cara di mana pengetahuan berfungsi dalam lingkungan dinamis yang berlapis-lapis dan berkembang sejalan dengan pemikiran sistem, teori kompleksitas, dan ilmu jaringan.

Kerangka kerja ekologi pengetahuan menolak mempertimbangkan produksi pengetahuan dalam isolasi—misalnya terbatas pada ilmuwan, laboratorium, disiplin, atau vektor penelitian tertentu. Sebaliknya, harus tumbuh melalui interaksi antar bahasa, sejarah, materi, lembaga, sumber pendanaan, kelompok sosial, maupun lingkungan alam.

Dengan demikian, pandangan ekologis tentang keingintahuan membantu dalam pengembangan akun fungsional, politik, maupun lintas disiplin. Dengan istilah “ekologi pengetahuan” dalam sub judul buku itu, penulisnya menolak secara tegas silo akademis dan monokultur intelektual.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Guru Besar Kebijakan Kehutanan pada Fakultas Kehutanan dan Lingkungan serta fellow pada Center for Transdiciplinary and Sustainability Sciences, IPB.

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain