Untuk bumi yang lestari

Surat dari Darmaga| 07 November 2021

Pintu dan Kursi untuk Konservasi

Agar efektif konservasi perlu peran semua orang. Pengelola mesti menyediakan salurannya.

Harimau Sumatera

KONSERVASI acara terlihat, atau hanya dilihat, sebagai sesuatu yang teknis dan hanya urusan sekelompok orang, mereka yang berada di sekitar kawasan konservasi. Kenyataannya, agar efektif dan efisien, konservasi perlu partisipasi dan dukungan dari khalayak yang lebih luas, di mana pun.

Penentu keberhasilan konservasi harimau tidak hanya patroli perlindungan habitat atau pemantauan dengan kamera jebak (camera trap). Ada faktor kebiasaan, tradisi, norma-norma masyarakat yang berpengaruh, misalnya nilai-nilai penghormatan terhadap harimau yang dianggap sebagai leluhur mereka.

Penelitian-penelitian semakin menunjukkan bahwa status konservasi keragaman hayati saat ini merupakan resultan dari sistem sosial budaya yang muncul sebagai adaptasi terhadap lingkungan.

Sudah banyak kegiatan kampanye tentang pentingnya upaya konservasi beragam spesies maupun hutan, namun tidak semuanya ikut menyertakan informasi praktis tentang: “Apa yang bisa saya lakukan dan bagaimana caranya”? 

Ketika ingin menyampaikan pesan: mari kita lestarikan harimau Sumatera, ada unsur ajakan. Sama seperti kita mengajak orang untuk bergabung dalam suatu forum, kita harus memastikan bahwa ada pintu untuk mereka masuk dan ada kursi untuk mereka duduk dan ikut berpartisipasi dalam forum itu.

Pintu dan kursi ini hanya metafora peran dan porsi tiap orang. Ada kursi para petugas patroli, staf taman nasional, pegiat konservasi dari berbagai LSM yang bekerja di lapangan, dan masyarakat yang berada di sekitar hutan dan kawasan konservasi.

Ada juga tempat duduk yang berada di zona tengah, yang bisa berperan sebagai pendorong kemajuan konservasi. Ini termasuk, misalnya, berbagai lembaga donor, mitra pembangunan internasional, universitas, lembaga penelitian kehutanan dan berbagai instansi non-kehutanan yang kepentingannya akan berdampak pada kepentingan konservasi, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Pariwisata.

Ada juga kursi di belakang, namun tidak kalah pentingnya. Mereka adalah masyarakat yang tinggal di kota yang bisa berkontribusi dalam bentuk donasi yang memungkinkan kegiatan-kegiatan pelengkap seperti sapu jerat untuk mendukung konservasi harimau.

Idealnya, setiap bentuk kegiatan kampanye konservasi dilengkapi dengan informasi konkret tentang ‘pintu’ dan ‘kursi’ apa saja yang tersedia. Tentunya ini memang bergantung pada sasaran dari kegiatan kampanye tersebut.

Mungkin saja targetnya hanya ingin memberikan informasi tanpa dibarengi dengan aksi tertentu. Namun jika perlu ada keterlibatan dan aksi nyata yang berkelanjutan, penerima informasi perlu juga mengetahui pilihan-pilihan apa yang ada jika mereka ingin ikut berkontribusi.

Pekerjaan rumah besarnya adalah bagaimana pintu dan beragam ‘tempat duduk’ menjadi tersedia bagi berbagai pihak untuk dapat ambil bagian dalam upaya konservasi.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Rimbawan tinggal di Kanada. Menyelesaikan pendidikan doktoral dari University of Natural Resources and Life Sciences Wina, Austria, dengan disertasi dampak desentralisasi terhadap tata kelola hutan di Jawa

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain