
PEMERINTAH memperpanjang masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat hingga 25 Juli 2021. Sebelumnya, PPKM berlaku pada 3-20 Juli 2021. Pemerintah menambah masa PPKM karena angka infeksi covid-19 melonjak. Apa dampak PPKM pada kualitas udara?
PPKM semacam lockdown mini. Selama pandemi, pelbagai kebijakan penguncian wilayah atau karantina mempengaruhi kualitas lingkungan. Dengan terbatasnya aktivitas manusia, lingkungan punya kesempatan memulihkan udara. Salah satu indikatornya adalah kualitas udara.
Untuk mengukur kualitas udara biasanya memakai satuan polusi per meter kubik udara. Kita mengenal ukuran particulate matter atau (PM). PM terbagi menjadi dua: PM2.5 atau polutan yang lebih kecil dari 2,5 mikrogram per meter kubik (μg/m3) dan PM10. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kualitas udara yang sehat jika PM2,5 masih di bawah 60 μg/m3 dan PM10 di bawah 150 μg/m3.
Di beberapa kota dua ukuran kualitas udara itu tampak mendekati kualitas udara yang tidak sehat. Rakhim dan Pattipeilohy coba menganalisis kualitas udara di Pekanbaru sebelum dan sesudah kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Sebelum PSBB, angka PM10 sebesar 5-10 μg/m3. Setelah PSBB, kualitas udara Pekanbaru beranjak naik menjadi 5-10 μg/m3.
Di Jakarta juga sama. Perbandingan kualitas udara Ibu Kota pada Maret 2019 dan Maret 2020, menurut penelitian Rizi dkk, angka PM10 juga cenderung turun. Selama Maret 2019 angka PM10 di Jakarta sebesar 65 di awal bulan dan mencapai puncak 85 μg/m3 di akhir bulan.
Jika dibandingkan dengan masa awal pandemi di Indonesia pada awal Maret 2020, angka PM10 Jakarta langsung turun. Angkanya hanya 30-70 μg/m3.
PM10 berasal dari pembakaran batu bara atau asap knalpot kendaraan bermotor. Meski sejumlah pembangkit listrik atau pabrik berada di lingkar luar Jakarta, asapnya mengotori langit Ibu Kota sehingga menurut riset Jaringan Kerja Komite Penghapusan Bensin Bertimbal, tak ada waktu jogging yang bagus buat warga Jakarta sebelum pandemi covid-19.
Polusi menjadi mesin pembunuh berdarah dingin karena mengancam kesehatan manusia pelan-pelan. Menurut WHO, 9 dari 10 orang penduduk di dunia menghirup udara yang mengandung polusi. Sebanyak 7 juta orang meninggal akibat penyakit yang berhubungan dengan gangguan kardiovaskular.
Kualitas udara Jakarta makin menurun akibat emisi dan polusi tak memiliki penyerap, yakni pohon dan taman kota. Menurut UU Ruang Terbuka Hijau, emisi akan terserap jika sebuah kota memiliki areal ruang terbuka hijau sebanyak 30% dari luas wilayahnya. Jakarta, dengan luas 66.000 hektare, hanya memiliki 14,9% ruang hijau.
Akibatnya polusi membumbung ke udara lalu turun lagi bersama oksigen yang terhirup manusia. Saat padat polusi, polutan membumbung setinggi 2-3 kilometer, lalu turun lagi ketika kepadatan polusi berkurang karena turunnya lalu lintas kendaraan bermotor. Biasanya pagi dan malam.
Maka dampak PPKM terhadap kualitas udara di Jakarta dan berbagai kota cukup signifikan karena menghentikan sumber polusi di banyak kota.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.

Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :