Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 12 September 2025

Truk ODOL Melindas Keberlanjutan Lingkungan

Truk ODOL menggerus ekonomi dan lingkungan. Melarangnya bakal memicu inflasi?

Truk di Indonesia

TRUK kelebihan muatan disebut truck over load dan over dimention alias truk ODOL. Jika merujuk data Korp Lalu Lintas Mabes Polri, data truk ODOL sebanyak 63.786 kendaraan, yang kelebihan dimensi sebanyak 13.261 kendaraan (21%), dan kelebihan muatan 50.525 kendaraan (79%). Sementara kepemilikan kendaraan truk oleh perusahaan sebanyak 37.822 kendaraan yang terbagi 12.259 kendaraan (32%) kelebihan dimensi dan 25.563 kendaraan (68%) kelebihan muatan.

Data memang hanya sampling, bukan data keseluruhan jumlah truk di Indonesia, baik yang dimiliki pribadi/perseorangan, atau pun yang dimiliki oleh korporasi. Sebab jika merujuk data BPS (2023), data kepemilikan truk di Indonesia sebanyak 6.091.822 unit. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya dan sebanyak 49,3% berada di Pulau Jawa. Rinciannya 576.948 unik di Jawa Barat; 782.173 unit di Jawa Timur, dan 667.136 unit di Jawa Tengah. Sementara di daerah lain sebanyak 316.652 unit di Sumatera Utara, 234.825 unit di Riau, 341.150 unit di Sumatera Selatan, 232.077 unit di Sulawesi Selatan.

Hingga kini belum diketahui secara pasti jumlah truk ODOL yang beroperasi di Indonesia. Namun, sebagai contoh kecil, merujuk hasil survei Kementerian Perhubungan pada 2022 di Jawa Tengah, terdapat 5.600 unit truk ODOL. Jika data sampling dari Korps Lalu Lintas Mabes Polri “dikawinkan” dengan data BPS, keberadaan truk ODOL di Indonesia bisa mencapai 6.091.822 unit x 21% (over dimensi) = 1.279.492,62 unit.

Ada pun truk yang kelebihan beban sebanyak 6.091.822 unit x 79% (over load), hasilnya 4.812.539,38 unit. Artinya mayoritas angkutan logistik di Indonesia kelebihan muatan. Sekitar 1,2 juta truk ODOL berkeliaran di jalan raya Indonesia. Data Jasa Marga juga membuktikan kendaraan yang melintas di jalan tol sebanyak 63% berkategori ODOL.

Dengan jumlah banyak itu, plus sudah berlangsung lebih dari 50 tahun, pemerintah Indonesia seperti menegakkan benang basah mencegah truk ODOL masuk jalan raya. Target untuk mewujudkan nol truk ODOL sejak 2019 selalu gagal.

Kebijakan terbaru akan dieksekusi pada 2025, mundur lagi menjadi awal 2027. Kegagalan demi kegagalan itu, karena perlawanan keras sebagian pengusaha truk ODOL, plus komunitas pengemudi truk ODOL. 

Kegagalan itu juga dipicu oleh belum adanya komitmen kuat antar kementerian dan lembaga di pemerintahan. Masih terjadi sengkarut penanganan yang fundamental dalam masalah truk ODOL pada level suprastruktur politik dan kebijakan. Klimaksnya penegakan hukum terhadap keberadaan truk ODOL mati suri.

Jika merujuk pada fakta empiris, kerugian akibat truk ODOL adalah kerusakan jalan, keselamatan bagi pengguna jalan, dan juga kerugian/pencemaran lingkungan. Kerusakan jalan akibat truk ODOL per tahun mencapai Rp 43,45 triliun, yang digunakan untuk biaya preservasi jalan. Usia perkerasan jalan tergerus truk ODOL sekitar 30-50%. Usia efektif jalan nasional seharusnya bisa mencapai 8-10 tahun, akibat truk ODOL berkurang menjadi 5-8 tahun saja.

Lebih miris lagi dari sisi keselamatan pengguna jalan. Merujuk pada data resmi Jasa Raharja, pada 2024 terdapat 26 ribu orang Indonesia meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Pemicu paling dominan terhadap fatalitas tersebut adalah melibatkan pengguna sepeda motor. Pemicu berikutnya, yang tak kalah signifikannya adalah melibatkan kendaraan truk, khususnya truk ODOL.

Kematian karena kecelakaan lalu lintas yang dipicu oleh truk (ODOL) tak kurang dari 7.500 orang pada 2024 itu. Data yang diolah Bappenas (2025)—bersumber dari Polri, kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan barang sebanyak 10,5% (peringkat kedua secara nasional). Peringkat pertama adalah sepeda motor sebanyak 77,4%. Sisanya oleh angkutan orang (8%), mobil penumpang (2,4%), kendaraan tidak bermotor (1,5%), plus kendaraan listrik 0,2%.

Seiring dengan isu perubahan iklim, keberadaan truk ODOL juga berkontribusi signifikan, khususnya akibat polusi udara. Direktorat Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan menegaskan bahwa truk ODOL menggunakan mesin yang besar, yang memerlukan bahan bakar lebih banyak dari seharusnya karena beban mesin yang bekerja lebih berat sehingga pada akhirnya menyebabkan emisi meningkat.

Ketika mesin besar menggunakan BBM kotor (solar, misalnya), udara semakin kotor. Kendaraan truk ODOL seperti ini menyumbang 20% pencemaran udara, penyumbang kedua terbesar polusi udara dari transportasi setelah sepeda motor.

Salah satu sektor yang dominan menggunakan truk ODOL adalah pertambangan. Data BPS (2024) menyebutkan secara keseluruhan, dari hulu hingga hilir, sektor pertambangan dan penggalian menjadi salah satu sektor penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia, yakni 16.144 miliar ton setara CO2 (data 2022). 

Dengan demikian truk ODOL berkontribusi signifikan terhadap kerusakan lingkungan, baik dari polusi udara yang dihasilkan, atau pun dalam proses bisnisnya, dari hulu hingga hilir. Kerusakan jalan yang ditimbulkan oleh truk ODOL, tak bisa dipisahkan dari fenomena ini.

Dampak lingkungan truk ODOL yang tak boleh dinegasikan adalah pada jalan tol, yang kini panjangnya telah mencapai 3.075 kilometer di seluruh Indonesia. Terhadap jalan tol, truk ODOL terbukti mereduksi total keberadaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol. Padahal SPM menjadi prasyarat utama dan menjadi bagian yang tak terpisahkan operasional jalan tol.

Ada tiga aspek SPM jalan tol yang babak belur oleh keberadaan truk ODOL, yakni: kecepatan tempuh rata-rata, perkerasan jalan tol, dan keselamatan jalan tol.

Gara-gara truk ODOL, speed gap di jalan tol di Indonesia mencapai lebih dari 70%. Padahal, dari sisi standar safety gap maksimal hanya 30%. Itu sebabnya tingkat fatalitas jalan tol di Indonesia sangat tinggi. Pada 2024, sebanyak 346 orang meninggal di jalan tol karena kecelakaan. Lagi-lagi, truk ODOL berkontribusi signifikan, menduduki rangking kedua setelah faktor manusia (human factor).

Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Kementerian Koordinator Ekonomi kini sedang menggodok draf peraturan presiden terkait pengendalian/larangan truk ODOL, dengan melibatkan semua kementerian dan lembaga. Perpres ini akan disahkan tahun ini dan akan diberlakukan pada 2027.

Dari sisi normatif, sejatinya tak perlu dibuatkan beleid baru terkait pengendalian/larangan truk ODOL. Sebab peraturan perundangan yang mengatur/melarang truk ODOL sudah cukup konkret, dari undang-undang sampai peraturan direktur jenderal. Pada konteks empiris dan operasional, keberadaan Perpres tersebut diperlukan untuk sinkronisasi, harmonisasi dan sinergi antar kementerian dan lembaga.

Misi Perpres tersebut adalah mengendalikan truk ODOL dari hulu hingga hilir. Untuk mendukung pengendalian dan larangan total truk ODOL, atas instruksi BPJT Kementerian Pekerjaan Umum, pengelola jalan tol melakukan mitigasi dengan memasang weight in motion (WIM).

WIM berfungsi mendeteksi bobot kendaraan secara dinamis saat kendaraan melaju dengan kecepatan normal. Dengan teknologi sensor yang dipasang di permukaan jalan, WIM bisa mengukur berat, jumlah sumbu, dan kecepatan kendaraan secara real time.

WIM kini sudah terpasang sebanyak 20 titik di ruas tol Trans Sumatera dan 14 titik di ruas Trans Jawa. Bahkan sebagian besar WIM (14 titik di Trans Sumatera) sudah terintegrasi dengan sistem ETLE (Electronic Law Enforcement) milik Korps Lalu Lintas Mabes Polri. Juga 7 titik WIM di ruas tol Trans Jawa, yang terintegrasi dengan ETLE dan Blue. 

Keberadaan WIM sejalan dengan mandat PP Nomor 23/2024 tentang Jalan Tol dan UU Nomor 38/2004 dan UU Nomor 2/2022 tentang Jalan. Secara operasional larangan truk ODOL itu mandat dari PPJT (Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol).

Kekhawatiran larangan truk ODOL memicu inflasi, studi BPS kisarannya hanya 0,02-0,14%. Sebaliknya, larangan truk ODOL akan menaikkan PDB sebesar 0,05-0,08%.

Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan efisiensi logistik nasional. Logistic fee (biaya logistik) Indonesia masih 14,29% dari PDB, jauh lebih tinggi dibanding negara-negara maju. Untuk itu, penerapan kebijakan Zero ODOL bukan hanya penting dari aspek keselamatan, tetapi juga untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Pegiat perlindungan konsumen dan lingkungan hidup, anggota Asosiasi Pengamat Energi Indonesia (APEI), pendiri dan pengurus Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, dan Ketua Pengurus Harian YLKI, 2015-2025

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain