PADA akhir November 2025, hujan ekstrem mengguyur Sumatera Utara dengan intensitas yang mencapai rekor baru. Kurang dari lima hari, curah hujan di beberapa wilayah mencapai lebih dari 1.000 milimeter. Banjir bandang dan longsor meluluhlantakkan bentang alam Batang Toru, rumah bagi orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), kera besar paling langka di dunia.
Sebuah studi menunjukkan bahwa cuaca ekstrem yang baru saja terjadi berpotensi membunuh atau melumpuhkan hingga 10% populasi orangutan Tapanuli. Angka ini jauh melampaui ambang batas kematian tahunan yang dapat ditoleransi spesies tersebut.
Populasi orangutan tapanuli diperkirakan kurang dari 800 individu, yang tersebar di tiga kantong habitat terpisah di kawasan Batang Toru, Sumatera Utara. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa kehilangan lebih dari 1% populasi per tahun sudah cukup untuk mendorong spesies ini ke kepunahan.
Menggunakan citra satelit Sentinel-2 dan Planet Scope sebelum dan sesudah bencana, para peneliti memetakan kerusakan hutan di Blok Barat Batang Toru, rumah inti orangutan Tapanuli. Hasilnya mencengangkan, 3.964 hektare hutan terkonfirmasi hilang akibat longsor dan sapuan banjir.
Citra satelit ekosistem Batang Toru sebelum dan sesudah bencana banjir dan longsor (sumber: Tree Map)
Seluas 36% wilayah dari citra satelit tertutup awan. Namun, kemungkinan besar hutan yang tertutup awan juga musnah diterpa longsor dan banjir. Jika digabung, total kerusakan diperkirakan mencapai 6.451 hektare, setara dengan 6-9% dari seluruh habitat di Blok Barat.
Hutan yang berubah menjadi tanah terbuka ini tidak akan menyediakan sumber pakan bagi orangutan selama sedikitnya lima tahun ke depan. Dengan kerusakan yang terjadi, diperkirakan ada 33-54 individu orangutan yang terdampak.
Itu artinya, 6,2-10,5% populasi orangutan Tapanuli di Blok Barat kemungkinan tewas atau cedera fatal.
Masalah lainnya, banjir dan longsor menghancurkan kanopi hutan, memaksa orangutan turun ke tanah. Turun ke tanah, meningkatkan kebutuhan energi untuk bergerak dan mencari makan. Memaksa orangutan ke habitat dataran tinggi yang kualitasnya lebih rendah. Serta mendorong sebagian individu keluar hutan dan masuk ke pemukiman manusia.
Mungkin terdengar sepele, tapi bagi orangutan yang hidup di ambang batas, setiap tetes energi sangat berharga. Kenaikan kebutuhan energi untuk bergerak bisa menurunkan peluang bertahan hidup dan bereproduksi. Apalagi, reproduksi orangutan Tapanuli berlangsung dalam waktu lama.
Kementerian Kehutanan telah menangguhkan izin kehutanan di area seluas sekitar 750.000 hektare. Kementerian Lingkungan Hidup membekukan sementara izin operasional dari beberapa perusahaan di Batang Toru.
Kelompok masyarakat sipil menyerukan agar pemerintah menetapkan ekosistem Batang Toru sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN). Sebab, ancaman ekologis, bencana hidrometeorologi, dan tekanan pembangunan di kawasan Batang Toru terus meningkat.
Dengan penetapan ekosistem Batang Toru menjadi KSN akan memberikan dasar hukum yang kuat bagi pemerintah dalam mengendalikan pemanfaatan ruang, memprioritaskan konservasi, serta memperkuat pengawasan tata ruang lintas kabupaten. Status KSN juga memungkinkan integrasi kebijakan lintas kementerian dengan pemerintah daerah.
Apalagi ada usulan pengurangan delineasi ekosistem Batang Toru di dalam Rancangan Peraturan Daerah Tata Ruang Suamtera Utara, dari 240.000 hektare menjadi hanya 160.000 hektare. Jika disepakati, itu akan melemahkan perlindungan ekosistem Batang Toru yang rentan. Juga melemahkan fungsi ekosistem Batang Toru yang berperan menjaga keselamatan warga dan kelangsungan keanekaragaman hayati.
Analisis menunjukkan perubahan iklim akibat aktivitas manusia telah meningkatkan intensitas dan peluang terjadinya hujan ekstrem di wilayah Selat Malaka hingga 9-50%.
Ikuti percakapan tentang bencana iklim di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :