Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 19 Maret 2020

Problem Baru Virus Corona: Sampah Medis

Produksi sampah medis di Cina naik enam kali lipat selama masa pandemi dan lockdown akibat wabah virus corona.

Sampah medis corona di Wuhan Union Hospital (Foto: Xinhua via SCMP)

SETELAH lebih dari sebulan menutup diri dan menghentikan aktivitas, jumlah orang yang terinfeksi virus corona di Wuhan dan daratan Cina mulai menurun. Hingga 18 Maret 2020 setidaknya 80.000 orang dinyatakan positif terinfeksi virus flu penyebab pneumonia ini dan menewaskan 3.000 orang.

Akibat lockdown yang dimulai dari dua hari sebelum perayaan tahun baru Cina pada 29 Februari 2020, emisi di langit Cina berkurang 200 juta ton—seperempat produksi emisi tahunan Cina—atau 6% produksi emisi dunia, mengalahkan emisi karbon dari seluruh penerbangan selama setahun. Namun, pandemi corona juga memicu hal lain: gunungan sampah medis.

Kementerian Ekologi dan Lingkungan Cina melaporkan pada 18 Maret 2020, jumlah sampah medis di Wuhan—pusat pandemi corona—mencapai 240 ton per hari, naik enam kali lipat dari produksi total harian sampah di provinsi ini.

Menurut Zhao Qunying, Kepala Kantor Kedaruratan Kementerian Lingkungan, seperti dikutip South China Morning Post, tak hanya melanda Wuhan, sampah medis juga menggunung di 28 provinsi lain. Untuk menanganinya, pemerintah segera membangun pengolahan sampah medis baru berkapasitas 30 ton sehari dalam kurun setengah bulan.

Selain itu, pemerintah juga mengirim 46 mesin daur ulang sampah bergerak ke kota-kota di seluruh Cina. Wuhan adalah provinsi kedua terbesar di Cina

Sampah terbanyak selama masa pandemi flu Wuhan adalah masker. Pabrik-pabrik di Cina memproduksi 116 juta ton masker sejak awal Februari 2020. Selain itu, pabrik di Cina juga memproduksi alat pelindung diri bagi para dokter yang harus diganti setiap hari. Sampah medis juga berasal dari bantuan luar negeri yang mengalir ke Cina sejak pandemi ini melanda Wuhan pada Desember 2019.

Selain gunungan sampah yang memerlukan mesin baru dan lahan penampungan baru untuk mendaur ulang, sampah medis juga berbahaya jika tak segera ditangani karena beracun. Peneliti di Amerika menemukan bahwa virus corona bisa hidup di udara dalam beberapa jam dan tinggal di permukaan benda selama 2-3 hari.

Virus corona kini sudah menyebar ke hampir 100 negara, tak terkecuali Indonesia, dengan jumlah kasus lebih dari 218 ribu orang dan menewaskan 8.000 orang secara global. Hingga 18 Maret 2020, ada 227 orang yang dinyatakan positif terinfeksi virus ini. Iran, Italia, sebagian Inggris, sudah menghentikan aktivitas penduduk mereka untuk mencegah penyebaran virus ini kian masif.

Virus corona di Indonesia per 18 Maret 2020.

Selain antisipasi penyebaran, negara-negara tersebut juga mewaspadai penyebaran baru melalui sampah medis yang tak tertangani. “Pertanyaan terbesarnya adalah apa yang akan terjadi dengan pedoman yang terkait dengan limbah medis dari fasilitas perawatan kesehatan,” kata Elise Paeffgen, dari Alston & Bird, perusahaan spesialis regulasi kesehatan lingkungan di Amerika Serikat.

Foto: Sampah medis di Wuhan Union Hospital (Xinhua via SCMP)

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain