Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 03 Mei 2025

Ekspedisi Rimpala: Kerajaan Burung Laut Pulau Rambut

Ekspedisi mahasiswa ke Pulau Rambut di Kepulauan Seribu. Kerajaan burung singgah.

Cikalang christmas

DI kalangan pengamat burung, Pulau Rambut di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, acap dijuluki sebagai “kerajaan burung”. Memiliki tiga tipe hutan, pulau seluas 90 hektare ini—hampir separuhnya daratan—tempat singgah pelbagai jenis burung untuk sekadar mampir dari perjalanan yang jauh, bersarang, atau berlindung dari kejaran predator.

Pada 1937, pemerintahan Hindia Belanda menamai pulau itu Pulau Middbur atau Middleburg, atau pulau tengah, karena lokasinya berada di tengah gugusan kepulauan di laut Jawa. Menurut Warsadjaya, pendamping tim ekspedisi, pemerintahan kolonial menetapkan Pulau Rambut sebagai kawasan cagar alam. Pulau Rambut kini berubah status menjadi kawasan suaka margasatwa sejak 1999 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 275/Kpts-11/1999. 

Dalam ekspedisi ini, kami membagi wiayah Pulau Rambut menjadi 6 tipe habitat yang mewakili masing-masing vegetasi di pulau ini, yaitu hutan pantai, hutan mangrove, hutan dataran, mudflat, laguna, dan lamun. Dari sebelas orang anggota ekspedisi kami berbagi dua kelompok.

Kawasan Pulau Rambut di Kepualuan Seribu, Jakarta, bervegetasi hutan campuran, mangrove dan hutan pantai seluas 90 hektare. Setiap tahun hampir 20.000 jenis burung bergantung dengan keberadaan pulau ini termasuk jenis migran (Foto: Muhamad Meisa/Burung Indonesia)

Di hari pertama, kami mengeksplorasi jalur pengamatan di tiga tipe habitat utama yang berbeda yaitu hutan dataran rendah, hutan pantai, dan hutan mangrove. Ada empat titik pengamatan dengan jarak masing-masing titik 200 meter. Bentangan tali ukur sejauh 600 meter menandakan jarak total sebuah jalur pengamatan yang akan kami gunakan nantinya. 

Teknik itu dikenal dengan nama teknik point count. Teknik kami terapkan hanya di tiga tipe utama hutan saja karena luasan tipe habitat ini yang mencukupi untuk membuat jalur sejauh 600 meter. Habitat lain kami memakai metode MacKinnon, termasuk lamun dan laguna yang luasnya lebih kecil. Pencatatan tally sheet adalah bagian metode MacKinnon.

Pada metode ini, data setiap jenis burung yang telah identifikasi kemudian dicatat sekali saja. Jika daftar telah mencapai 10 jenis, maka daftar baru kami buat. Seluruh data pengamatan akan dibentuk menjadi sebuah kurva yang apabila kurva tersebut mendatar mengartikan tidak ada lagi penambahan jenis baru. Dengan kata lain, pencatatan burung bisa dihentikan di kawasan tersebut.

Esoknya kami kembali melanjutkan pengamatan burung di Pulau Rambut. Kami melakukan pengamatan burung  dan analisis vegetasi. Pengamatan burung kami lakukan setiap pagi dan sore hari selama sembilan hari dengan tiga kali pengulangan. Pengamatan dilakukan pagi hari pada pukul 06.30-08.00 WIB dan sore hari pada pukul 15.15-16.45 WIB. 

Sekitar kurang lebih 15 menit berdiam di titik yang  telah ditentukan dan dilanjut sekitar 10 menit kami habiskan untuk menuju ke titik selanjutnya. Ada beberapa hal unik yang lensa kamera kami tangkap. Misalnya bondol haji yang hanya ditemukan di dataran rendah, kacamata hanya ditemukan di hutan mangrove, dan caladi tilik, pecuk padi kecil, cabak maling, serta layang-layang batu hanya kami temui di tipe hutan pantai. Ada pula beberapa jenis burung yang  kami dapatkan di semua tipe habitat ketika kami berkesempatan mengamati dari atas menara pantau di sore hari, yaitu kuntul besar, walet sapi, dan pecuk padi hitam. 

Pecuk padi hitam

Pulau Rambut memiliki dua tipe burung, yaitu burung terestrial dan burung air. Umumnya mereka burung migran. Burung bangau bluwok (Mycteria cinerea) menjadi salah satu dari tujuh burung migran yang mencari makan di laguna. Selain itu ada pula burung Cikalang christmas (Fregata andrewsi), yang mampir di pulau ini.

Habitat endemik Cikalang christmas adalah Pulau Christmas di Samudera Hindia. Menurut daftar merah International Union for Conservation of Nature burung  bangau bluwok (Mycteria cinerea) menjadi satu satunya yang termasuk dalam kategori terancam punah (endangered) sementara burung lainnya masuk ke dalam kategori rentan (vulnerable) dan  hampir terancam (near threatened).

Tak hanya mengamati burung, kami pun waktu menganalisis tumbuhan ini untuk mengetahui kecenderungan setiap burung dalam memilih habitatnya dengan karakteristik yang berbeda-beda pula. Misalnya, pada habitat hutan mangrove terdapat jenis bakau hitam (Rhizophora mucronata), bakau kecil (Rhizophora stylosa), bakau minyak (Rhizophora apiculata) dengan Indeks Nilai Penting (INP) yang tinggi. Aertinya, menandakan tegakan tersebut dominan dibandingkan spesies lain pada habitat tersebut.

Pada ketiga jenis tumbuhan tersebut, burung pecuk padi doyan membuat sarang. Hutan pantai menjadi habitat yang memiliki jenis burung paling banyak dibanding dengan yang lain. Dari sekitar 41 jenis dari 29 famili yang kami temui selama 9 hari, ada 30 jenis burung dari 22 famili ditemukan di Hutan Pantai. Selain itu, hutan pantai juga menjadi tempat yang ideal untuk aktivitas biawak dan penyu bertelur.

Tak hanya Pulau Rambut yang menyimpan keindahan, sosial budaya masyarakat Pulau Untung Jawa—tempat kami bermukim selama ekspedisi—membuat kami jatuh cinta dan ingin kembali kesini. Pulau ini mengajarkan banyak hal berharga keanekaragaman hayati, perilaku burung, dan siklus alam yang membuat mahluk hidup harmonis dalam banyak ketidakaturan.

Ikuti percakapan tentang burung di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Mahasiswa Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, anggota Rimbawan Pecinta Alam angkatan 27

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain