Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 30 April 2025

Konservasi Laut Berbasis Masyarakat Mengurangi Penangkapan Hiu 90%

Konservasi memperbaiki kualitas hidup hiu dan nelayan. Bagaimana caranya?

Hiu tikus pelagis (foto: edgeofexistence.org)

PERAIRAN Indonesia adalah habitat bagi lebih dari 200 spesies hiu dan pari, atau hampir seperlima spesies hiu dan pari dapat ditemukan di Indonesia. Di saat bersamaan, Indonesia juga negara pemburu hiu.

Di Indonesia, beberapa spesies hiu menjadi sumber protein dan sumber mata pencaharian utama. Salah satunya adalah hiu tikus pelagis (Alopias pelagicus) yang menjadi salah satu tangkapan utama di Kepulauan Alor, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Akibat penangkapan besar-besaran, spesies ini telah menurun 50-79% di wilayah Indo-Pasifik dalam kurun waktu tiga generasi terakhir. Statusnya dalam ICUN masuk kategori endangered atau terancam.

Untuk mencegahnya perlu konservasi laut berbasis masyarakat. Menurut studi, konservasi berbasis masyarakat bisa menurunkan angka tangkapan hiu sebesar 91%. Bahkan, beberapa nelayan mendapat pendapatan lebih banyak hingga lima kali lipat.

Upaya konservasi telah dilakukan di Desa Ampera dan Lewalu dari 2021 hingga 2023. Ada sembilan orang nelayan secara sukarela yang ikut dalam gerakan konservasi ini, dari total 27 nelayan hiu tikus pelagis. Sebelum mencetuskan upaya konservasi, para peneliti mewawancarai dan mengumpulkan informasi serta rekomendasi dari berbagai pihak dan pemangku kepentingan. 

Mereka juga bermitra dengan otoritas setempat dalam upaya perlindungan hiu tikus dan melakukan edukasi masyarakat, pelatihan, dan kampanye. Nelayan yang berpartisipasi juga sepakat untuk berhenti menangkap hiu tikus. Sebagai gantinya, mereka diberikan bantuan seperti perahu, mesin, peralatan, dan modal usaha.

Selama Agustus 2021 hingga November 2023, nelayan peserta konservasi hanya menangkap 9% hiu tikus dari total tangkapan hiu tikus di desa tersebut. Atau mereka hanya menangkap 29 dari total 332 ekor tangkapan hiu di desa tersebut.

Bahkan selama 18 bulan pertama, tidak ada tangkapan hiu tikus dari nelayan partisipan. Terlebih di beberapa waktu, beberapa nelayan mendapat penghasilan 525% lebih tinggi dibanding sebelumnya. Dimana, sebelumnya mereka mendapat rata-rata penghasilan Rp 2,4 juta per bulan.

Namun dalam delapan bulan terakhir, terjadi penangkapan hiu oleh nelayan partisipan dengan alasan kesulitan ekonomi dan sosial-politik. Tiga nelayan juga mengalami penurunan pendapatan setelah berganti profesi. Terutama karena masalah pribadi seperti sakit, kestabilan dari pekerjaan baru, dan tanggung jawab keluarga. Terlebih, penangkapan ikan lain, seperti tuna dan kakap merah, lebih tidak menentu dan tergantung musim.

Beberapa nelayan partisipan mengalami tekanan dari keluarga dan komunitas. Para nelayan hiu tikus pelagis bukannya menolak konservasi hiu, tetapi karena takut akan konflik yang timbul dengan anggota komunitas lainnya.

Keterlibatan masyarakat lokal penting dalam upaya konservasi. Terutama ketika spesies yang ingin dilindungi memiliki nilai ekonomi bagi mereka. Dengan memahami segala masalah yang ada, kita bisa menyusun rencana konservasi dan kebijakan konservasi hiu yang lebih komprehensif dan inklusif.

Saat ini, penangkapan berlebih atau overfishing menjadi ancaman utama hiu dan pari. Indonesia, Spanyol, dan India menjadi tiga negara teratas penangkap hiu di dunia. Sepertiga spesies hiu dan pari masuk dalam daftar merah IUCN sebagai vulnerable, endangered, hingga critically endangered.

Hingga tahun 2023, hiu paus adalah satu-satunya spesies hiu yang sepenuhnya dilindungi di Indonesia. Namun hal ini berubah, dimana pemerintah saat ini memberi status perlindungan terhadap enam spesies hiu berjalan. Menjadikannya ilegal untuk ditangkap, dipelihara, atau diperdagangkan.

Regulasi dan pelarangan semata belumlah cukup. Kini, regulasi terkait penangkapan hiu lebih banyak 10 kali lipat dibanding dulu. Namun kematian hiu akibat perburuan melonjak sejak 2012. Kematian hiu akibat perburuan naik dari 76 juta ke 80 juta hiu per tahun pada 2012 hingga 2019.

Ikuti percakapan tentang konservasi laut di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain