Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 07 November 2022

PBB: Suhu Bumi Terpanas Delapan Tahun Terakhir

PBB merilis laporan iklim global yang menyebutkan delapan tahun terakhir suhu bumi terpanas.

Ilustrasi pemanasan global (foto: pixabay)

SUHU bumi terus mencatatkan rekor baru dari tahun ke tahun. Bertepatan dengan pembukaan Konferensi Iklim COP27 di Sharm el-Sheikh, Mesir, pada 6 November 2022, PBB meluncurkan laporan iklim global yang menyebutkan delapan tahun terakhir sebagai suhu bumi terpanas sepanjang masa.

Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) António Gutteres mengatakan bahwa dampak dari suhu bumi terpanas itu memicu kekacauan kronis atau jangka panjang.

Kenaikan suhu bumi membuat setiap gelombang panas menjadi lebih intens sehingga mengancam nyawa terutama bagi populasi yang rentan. “Perubahan terjadi dengan kecepatan bencana, menghancurkan kehidupan dan mata pencarian di setiap benua,” kata Gutteres.

Perdana Menteri Portugal 1995-2002 itu menyebutkan bahwa permukaan air laut naik dua kali lipat lebih cepat dari tahun 1990-an. Sehingga menimbulkan ancaman eksistensial bagi negara-negara kepulauan yang rendah dan mengancam miliaran orang di wilayah pesisir.

Pemanasan global telah membuat gletser mencair. “Orang-orang dan komunitas di mana pun harus dilindungi dari risiko darurat iklim yang segera dan terus meningkat,” kata Gutteres.

PBB mendorong adanya sistem peringatan dini universal. Dalam lima tahun, negara-negara harus menjawab sinyal bahaya planet ini dengan tindakan iklim yang ambisius dan kredibel. Gutteres mendorong para pemimpin dunia berkomitmen dalam COP 27. “Sekarang waktunya bertindak,” katanya.

Krisis iklim melahirkan ketidakadilan iklim. Sebab, krisis iklim terjadi akibat produksi rumah kaca yang berlebihan sehingga tak lagi mampu diserap oleh atmosfer. Emisi gas rumah kaca adalah hasil dari aktivitas ekonomi.

Negara-negara maju menjadi produsen emisi karbon paling besar di dunia untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan mereka. Emisi yang mereka produksi kini mengancam seluruh dunia karena krisis iklim menjadi bencana global.

Masalahnya, negara maju dengan infrastruktur yang siap cenderung bisa lebih tahan terhadap bencana iklim. Sebaliknya, penduduk negara berkembang yang kurang bagus infrastrukturnya menjadi lebih rentan. 

Keadilan iklim adalah salah satu tema yang akan dibahas dalam COP27 tahun ini. Salah satunya melalui skema pembiayaan mitigasi krisis iklim sebesar US$ 100 miliar dari negara maju untuk negara berkembang. Uangnya akan dipakai menjaga dan memperbaiki lingkungan sekaligus pembangunan.

Bukti ketidakadilan iklim seperti yang dipaparkan oleh António Gutteres dalam pembukan COP27 di Sharm el-Sheikh. Sekjen PBB ini memberikan pesan bahwa COP27 akan gagal jika negara maju terus menghindar dari tanggung jawab mencegah suhu bumi naik lebih dari 2C, batas atas yang bisa ditanggungkan penghuni planet ini.

Ikuti perkembangan suhu bumi di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain