Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 13 Mei 2022

Kenaikan Suhu Bumi Semakin Mendekati 1,5C

Antara 2022-2025 diperkirakan suhu bumi naik 1,1-1,7C dibandingkan masa praindustri. Melewati puncak krisis iklim.

Ilustrasi pemanasan global (Foto: Pixabay)

BADAN Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan peluang bumi mencapai suhu rata-rata tahunan 1,50 Celsius dibanding era praindustri 1800-1850 kini seimbang, atau separuh-separuh, 50 berbanding 50. Suhu tahunan antara 2022-2026 diperkirakan akan mencetak rekor terpanas dan menggeser tahun 2016 dari peringkat teratas, yakni 1,1-17C.

Berdasarkan pembaruan iklim tahunan yang diproduksi Kantor MET Inggris dan WMO, ada 93% peluang suhu rata-rata tahunan dalam lima tahun ke depan (2022-2026) lebih tinggi dalam lima tahun terakhir (2017-2021).

Pembaruan iklim tahunan ini dibuat oleh sekumpulan ilmuwan iklim yang diakui secara internasional untuk menghasilkan sistem prediksi iklim terbaik yang dapat ditindaklanjuti bagi para pembuat keputusan. Hasil pembaruan iklim menunjukkan bahwa peluang kenaikan suhu melebihi 1,5C telah meningkat secara stabil sejak 2015. Untuk tahun-tahun antara 2017 dan 2021, ada kemungkinan melebihi 10%.

Probabilitas itu meningkat menjadi hampir 50% untuk periode 2022-2026. "Angka 1,5C bukanlah statistik acak. Ini lebih merupakan indikator titik di mana dampak iklim akan menjadi semakin berbahaya bagi manusia dan bahkan seluruh planet,” kata Sekretaris Jenderal WMO, Petteri Taalas, dalam siaran pers.

Talaas menekankan selama gas rumah kaca terus diproduksi, suhu akan terus meningkat, lautan akan menjadi lebih hangat dan lebih asam. Es dan gletser akan mencair dan cuaca akan menjadi lebih ekstrem. Saat ini cuaca ekstrem tengah melanda Asia.

India dan Pakistan mengalami gelombang panas, sementara suhu di Hong Kong mencapai titik terendah untuk bulan Mei dalam 100 tahun terakhir. Cuaca ekstrem ini adalah buktinya bencana iklim akibat pemanasan global.

Proses terjadinya pemanasan global.

Dampak dari pemanasan global juga akan membuat lapisan es di Arktik dan Antartika meleleh. “Pemanasan Arktik sangat tinggi dan apa yang terjadi di Arktik mempengaruhi kita semua,” kata Taalas.

Anomali suhu Arktik, dibandingkan dengan rata-rata 1991-2020, diperkirakan lebih dari tiga kali lebih besar dari anomali rata-rata global ketika dirata-ratakan selama lima musim dingin diperpanjang belahan bumi utara berikutnya.

Perjanjian Paris menetapkan tujuan jangka panjang untuk memandu semua negara mengurangi emisi gas rumah kaca global secara substansial guna membatasi kenaikan suhu global di abad ini tak lebih dari 1,5C.

Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), badan ilmuwan di bawah PBB, menyebutkan bahwa risiko terkait iklim untuk sistem alam dan manusia akan lebih tinggi untuk pemanasan global 1,5C. Kenaikan suhu global diperkirakan akan terus berlanjut.

Pada tahun 2021, suhu rata-rata global adalah 1,1C di atas garis dasar pra-industri, menurut laporan sementara WMO tentang Keadaan Iklim Global. Laporan State of the Global Climate final untuk tahun 2021 akan dirilis pada 18 Mei 2022.

Adapun peristiwa La Niña berturut-turut pada awal dan akhir tahun 2021 memiliki efek pendinginan pada suhu global, tetapi penurunan suhu bumi ini berdampak sementara dan tidak membalikkan tren pemanasan global jangka panjang.

Setiap peristiwa El Niño akan segera menaikkan suhu global seperti yang terjadi pada 2016, yang hingga saat ini merupakan pemecah rekor suhu terpanas. Para ahli cemas kenaikan suhu bumi itu membuat pelbagai bencana yang tak bisa ditanggungkan planet ini.

Kenaikan suhu 1,5C dibanding masa praindustri adalah batas yang disepakati para ilmuwan sebagai puncak krisis iklim. Untuk menurunkannya dunia harus mengurangi produksi emisi karbon hingga separuh dari produksi tahunan 51 miliar ton setara CO2. Namun, dari perhitungan IPCC, janji semua negara menurunkan emisi 2030 hanya turun 25%.

Dengan lemahnya janji mitigasi krisis iklim ini, suhu bumi melaju di jalur pemansan global. Laporan IPCC pada awal April lalu menyebut dunia berada di jalur cepat bencana iklim. Karena itu, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyebut semua negara dan industri sebagai "pembohong" karena bicara janji mitigasi tapi kenyataannya nol besar sehingga suhu bumi terus naik dari tahun ke tahun.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain