
SALAH satu ciri demokrasi yang sehat adalah keterbukaan informasi. Sistem politik ini mengandalkan pada kontrol kekuasaan di pelbagai level. Tanpa informasi yang bisa diakses secara bebas, kontrol tersebut akan cedera.
Kontrol dalam demokrasi juga membuat sistem ini mengharuskan syarat mawas diri pada para penguasa. Dalam demokrasi, mungkin saja sebuah tindak sah secara hukum, tapi bisa tak demokratis. Seorang presiden, dengan kekuasaannya menerbitkan dekrit, bisa membubarkan parlemen yang tak becus mengawasi. Tapi ketika hak dekrit itu dipakai, sesungguhnya demokrasi telah runtuh.
Untuk bisa mawas diri, satu-satunya syarat adalah keterbukaan informasi. Karena itu pemerintahan yang transparan dan terbuka memiliki tata kelola yang baik, good governance. Dalam keterbukaan informasi juga ada partisipasi publik.
Indonesia memiliki seperangkat aturan penyokong sistem demokratis. Pembahasan sebuah undang-undang harus melibatkan publik yang luas karena sebuah beleid akan mengatur hajat hidup orang banyak. Indonesia bahkan sudah memiliki UU Nomor 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik yang dijalankan Komisi Informasi Pusat.
Komisi ini menangani pengaduan-pengaduan masyarakat yang menginginkan transparansi hingga data-data yang seharusnya bersifat publik. Misalnya, data konsesi pemanfaatan sumber daya alam.
Pemanfaatan sumber daya alam akan berdampak secara luas karena menyangkut lingkungan. Sementara dampak kerusakan lingkungan tak hanya berakibat pada orang di sekeliling atau perusaknya saja, tapi seluruh penghuni bumi.
Industri ekstraktif sebagai ekor dari Revolusi Industri telah melahirkan krisis iklim. Kemajuan akibat teknologi melahirkan pelbagai bencana yang ditanggung seluruh umat manusia.
Dengan prinsip tersebut, Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur, sebuah LSM, pernah menggugat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membuka siapa saja pemilik konsesi pertambangan di provinsi ini. “Penyembunyian informasi mengakibatkan ancaman keselamatan dan bahkan melahirkan konflik yang tidak kunjung selesai,” ujar Pradarma Rupang, Dinamisator Jatam pada 31 Januari 2022.
Rupang mengatakan bahwa usaha tambang menyangkut hidup orang banyak. Kejelasan usahanya harus dipertanyakan dari awal pengajuan hingga perpanjangan izin. Usaha tambang yang ekstraktif tak hanya merugikan masyarakat sekitar yang terdampak. “Kami melayangkan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat,” tambah Rupang.
Pada 20 Januari 2022, setelah gugatan dilayangkan tiga tahun lalu, KIP mengabulkan gugatan Jatam Kalimantan Timur. Gugatan Jatam pada intinya berisi permintaan dokumen:
- Kontrak Karya 5 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di Pulau Kalimantan yang masa izin dan kontraknya akan berakhir mulai 2021 hingga 2025
- Catatan perkembangan diskusi pemerintah tentang evaluasi perpanjangan izin dan kontrak
- Rekaman dan atau notulensi rapat pemerintah tentang proses evaluasi terhadap izin yang mengajukan perpanjangan izin dan kontrak
- Daftar nama, profesi dan jabatan, pihak-pihak serta Lembaga mana saja yang terlibat dan diundang dalam evaluasi perpanjangan dalam mengevaluasi kontrak PKP2B yang akan berakhir
Dengan dikabulkannya gugatan itu, menurut Rupang, Kementerian Energi tak seharusnya menutup informasi dalam lima objek gugatan tersebut. Menurut Aryanto Nugroho, Koordinator Publish What You Pay, pemerintah seharusnya mengikuti putusan itu karena Indoensia aktif dalam inisiatif global transparansi industri ekstraktif EITI.
Setuju dengan Rupang, dosen Sekolah Tinggi Hukum Jentera Bivitri Susanti mengatakan pentingnya keterbukaan informasi publik di era digital. Melihat kasus gugatan Kementerian Energi, Bivitri melihatnya tidak mengancam terhadap persaingan usaha tambang.
Bivitri melihatnya sebagai urusan publik karena usaha pertambangan berada di ranah publik yang dampaknya akan dirasakan oleh seluruh umat manusia. “Kita harus terus menjadikan ini sebagai bahan pendidikan bagi publik, karena selama ini keterbukaan informasi masih kurang signifikan,” katanya.
Argumen-argumen yang dibangun pemerintah dalam kasus seperti ini, kata Bivitri, akan menjadi poin untuk masyarakat lebih sadar akan pentingnya mengawasi kebijakan publik.
Dalam demokrasi, kata dia, akses publik terhadap informasi harus dijamin agar masyarakat mengetahui yang dilakukan pemerintah dalam menjalankan kebijakan strategis. Keterbukaan informasi menjadi kuncinya.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.

Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :