Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 20 Januari 2021

Logika Terbalik UU Cipta Kerja

UU Cipta Kerja tak memperkuat aspek perlindungan lingkungan dan masyarakat sebelum memulai investasi. Outlook Perkumpulan HuMa.

Tambang batu bara di kawasan hutan (Dok. Istimewa)

UNDANG-undang (UU) Cipta Kerja memasuki masa penting. Aturan-aturan turunan untuk menerjemahkan pasal-pasal dalam omnibus law ini kemungkinan rampung dan disahkan pada akhir Februari 2021.

Seperti disampaikan Presiden Joko Widodo, peraturan presiden dan peraturan pemerintah sudah rampung. “Untuk meningkatkan berusaha,” katanya dalam sambutan penandatanganan komitmen modal asing dan dalam negeri dengan usaha kecil mikro dan menengah di Istana Bogor, 18 Januari 2021.

Menurut Presiden, aturan-aturan ini akan mendukung produk usaha kecil dan menengah masuk rantai pasar global. Kemitraan dengan usaha kecil dan usaha besar, kata Jokowi, agar usaha-usaha Indonesia bisa belajar dari perusahaan besar dan skala global untuk meningkatkan produk, manajemen, desain, sehingga layak mendapatkan pembiayaan perbankan.

Cara pandang Presiden Jokowi ini merupakan pandangan umum terhadap UU Cipta Kerja. Seperti selalu disampaikan Jokowi, bahwa undang-undang ini untuk memberikan kemudahan berusaha di Indonesia.

Karena itu UU Cipta Kerja maupun aturan turunannya akan memberikan pelbagai insentif dalam berusaha. Industri batu bara mendapat pembebasan royalti, syarat-syarat izin dikurangi dan dipermudah, partisipasi masyarakat dalam mengontrol investasi berisiko dipangkas. Naskah akademik UU ini menyebut masyarakat dan usaha-usaha proteksi lingkungan, selain tumpang tindih aturan antara pemerintah pusat dan daerah, sebagai penghambat investasi.

Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) mengkritik cara pandang ini dalam Outlook yang diluncurkan pada 19 Januari 2021.

Menurut Koordinator Perkumpulan HuMa Agung Wibowo, cara pandang investasi untuk membuka lapangan pekerjaan ini membuat UU Cipta Kerja salah kaprah dan punya logika terbalik.

Soalnya, kata Agung, secara keseluruhan UU Cipta Kerja mengatur pengelolaan sumber daya alam. Investasi hanya ikutan dari eksploitasi lingkungan itu. “Karena itu investasi seharusnya bukan pertimbangan utama,” kata Agung.

UU Cipta Kerja mengatur soal pengurangan proteksi lingkungan dengan mengurangi dan memangkas syarat-syaratnya, seperti menghapus peran ahli dan organisasi lingkungan terlibat dalam menyusun analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) bagi industri. I Gusti Agung Made Wardhana, dosen Departemen Lingkungan Fakultas Hukum UGM, pengurangan aktor penyusun Amdal membuat perusahaan punya posisi yang kuat.

Hanya masyarakat yang terdampak langsung oleh kegiatan industri yang boleh terlibat dalam menyusun Amdal. Padahal, dalam banyak kegiatan industri selama ini, masyarakat yang terdampak biasanya penduduk lokal yang tak punya pengetahuan menyusun Amdal yang rumit. Penghapusan ahli dan organisasi lingkungan membuat mereka tak punya pendamping dalam menyuarakan hak mendapatkan lingkungan bersih dan hak hidup tak terganggu oleh kegiatan industri.

Hal lain yang menunjukkan logika terbalik UU Cipta Kerja adalah tak disiapkannya unsur-unsur proteksi dan antisipasi dari akibat buruk investasi. RUU Masyarakat Adat yang akan memproteksi wilayah dan masyarakat adat tak kunjung disahkan sejak 2009. RUU Masyarakat Hukum Adat baru masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2021.

Dalam investasi selama ini, masyarakat adat tersisih oleh industri yang membuka lahan di wilayah mereka. Menurut catatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, sebanyak 80% wilayah adat tertindih oleh izin perkebunan dan pertambangan. Secara hukum, masyarakat adat acap kalah mereka dianggap ilegal akibat belum mendapat pengakuan dari negara. Tanpa undang-undang khusus yang memproteksi mereka, masyarakat adat akan kalah dalam rebutan ruang dan akses mengelola sumber daya alam.

RUU Energi Baru dan Terbarukan juga baru akan dibahas. Padahal, energi terbarukan adalah upaya pemerintah terlibat dalam mitigasi krisis iklim yang sudah dijanjikan di depan sidang PBB. Energi terbarukan juga bagian dari strategi pembangunan rendah karbon 2020-2045. Dalam UU Cipta Kerja, energi terbarukan tak mendapat keistimewaan seperti industri batu bara, yang telah terbukti menjadi penyumbang terbesar emisi serta penyebab deforestasi.

Tak hanya isinya, proses UU Cipta Kerja juga tertutup padahal konstitusi mewajibkan masyarakat terlibat dalam pembahasannya. Proses UU Cipta Kerja terbalik karena baru disosialisasikan setelah disahkan. “Harusnya sosialisasi ketika pembahasan,” kata Yance Arizona, dosen UGM yang sedang menempuh studi doktor di Universitas Leiden Belanda.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain