Kabar Baru| 07 April 2021
Pakar PBB Sentil Proyek Sirkuit Mandalika Lombok

PARA pakar PBB untuk Hak Asasi Manusia telah selesai menganalisis proyek sirkuit Mandalika Lombok, Nusa Tenggara Barat. Hasilnya, mereka mengingatkan pemerintah Indonesia akan potensi pelanggaran hak asasi manusia, terutama karena ada “perampasan tanah yang agresif dan penggusuran paksa terhadap masyarakat adat Sasak”.
Tak hanya itu, sepuluh pakar yang terjun mengkaji proyek senilai US$ 3 miliar atau Rp 43,5 triliun itu menambahkan catatan lain, yakni intimidasi serta ancaman terhadap pembela hak asasi manusia karena membela tanah masyarakat adat di sana.
“Para petani dan nelayan terusir dari tanah yang mereka tinggali, serta rumah, ladang, sumber air, peninggalan budaya serta situs religi mereka mengalami perusakan karena Pemerintah Indonesia dan ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) akan menjadikan Mandalika sebagai 'Bali Baru',” kata Olivier De Schutter, UN Special Rapporteur atau pelapor khusus PBB untuk kemiskinan ekstrem dan hak asasi manusia, dalam rilis 31 Maret 2021
Para pakar mendapat informasi dari sumber-sumber tepercaya bahwa masyarakat di sekitar proyek sirkuit menjadi sasaran ancaman dan intimidasi, serta diusir secara paksa dari tanah mereka tanpa mendapatkan ganti rugi. Sementara ITDC, kata mereka, belum menunjukkan itikad baik membayar ganti rugi atau menyelesaikan sengketa tanah.
Mandalika terletak di kawasan miskin di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan direncanakan akan diubah menjadi kompleks pariwisata terintegrasi yang terdiri dari sirkuit balap motor Grand Prix, taman, serta hotel dan resor mewah, termasuk Pullman, Paramount Resort, dan Club Med.
Proyek ini sebagian dibiayai oleh Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan telah mendapatkan investasi lebih dari US$ 1 miliar dari pebisnis swasta. Grup asal Prancis, VINCI Construction Grands Projets, merupakan investor terbesar yang akan bertanggung jawab atas pembangunan sirkuit Mandalika, hotel, rumah sakit, water park, dan fasilitas lainnya.
Para pakar juga mengkritik kurangnya uji tuntas (due diligence) oleh AIIB dan perusahaan swasta untuk mengidentifikasi, mencegah, memitigasi, dan mempertanggungjawabkan dampak buruk terhadap hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam UN Guiding Principles (Prinsip Panduan PBB) mengenai bisnis dan hak asasi manusia.
Menurut para pakar, sejarah kelam pelanggaran hak asasi manusia dan perampasan tanah di wilayah NTB seharusnya menjadi pertimbangan AIIB dan perusahaan lain dalam mengerjakan proyek ini dengan tidak memperlakukannya sebagai kegiatan bisnis semata. “Kegagalan mereka dalam mencegah dan menangani risiko pelanggaran hak asasi manusia berarti sama saja mereka terlibat dalam pelanggaran tersebut,” kata para pakar itu.
De Schutter menambahkan bahwa proyek Mandalika menguji komitmen baik Indonesia terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) serta kewajiban hak asasi manusia yang mendasarinya. Pembangunan pariwisata berskala besar yang menginjak-injak hak asasi manusia secara prinsip bertentangan dengan konsep pembangunan berkelanjutan, kata De Schutter.
Pernyataan para pakar juga kian tegas dan jelas. Menurut mereka, sudah bukan waktunya membangun sirkuit dan proyek infrastruktur pariwisata transnasional besar yang hanya menguntungkan segelintir pelaku ekonomi, alih- alih bermanfaat bagi populasi masyarakat secara keseluruhan.
Mereka menyarankan pemerintah agar fokus pada pemulihan ekonomi yang kritis akibat pandemi covid-19. Fokus pemulihan ekonomi, kata mereka, mesti menitikberatkan pada pemberdayaan pada masyarakat lokal, meningkatkan mata pencaharian mereka dan mengikutsertakan mereka dalam pengambilan keputusan.
“Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa ITDC menghormati hak asasi manusia dan hukum yang berlaku, serta kepada AIIB dan perusahaan swasta untuk tidak mendanai ataupun terlibat dalam proyek dan kegiatan yang berkontribusi pada pelanggaran dan kekerasan terhadap hak asasi manusia,” tulis mereka dalam rilis.
Rilis tersebut terbit setelah pada Maret 2021, beberapa pakar PBB menyoroti keprihatinan ini dalam diskusi bersama pemerintah Indonesia, ITDC dan AIIB, serta perusahaan swasta terkait seperti VINCI Construction Grands Projets, Club Med, Accor, Dorna Sports dan EBD Paragon beserta negara asal mereka (Prancis, Spanyol, dan Amerika Serikat).
Percakapan dengan Pemerintah Indonesia, ITDC dan AIIB beserta setiap tanggapan yang sudah diterima dapat diakses oleh masyarakat umum di database komunikasi “pelapor khusus” pada tanggal 3 Mei 2021 dan pada tanggal 25 Mei 2021 untuk percakapan dengan perusahaan swasta dan negara asalnya.
Special Rapporteur atau pelapor khusus, independent experts atau pakar independen, dan working group atau kelompok kerja) adalah bagian dari Special Procedures (Prosedur Khusus) dalam Human Rights Council (Dewan Hak Asasi Manusia). Special Procedures yaitu badan ahli independen terbesar dalam sistem Hak Asasi Manusia PBB, nama umum dari mekanisme pemantauan dan pencarian fakta independen Dewan yang menangani situasi negara tertentu atau masalah tematik di seluruh bagian dunia.
Para pakar Special Procedures bekerja secara sukarela. Mereka bukan staf PBB dan tidak menerima gaji untuk pekerjaan mereka. Mereka bekerja secara independen atau tak terkait dengan pemerintah atau organisasi mana pun dan bekerja dalam kapasitas individu mereka.
Melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI), pemerintah Indonesia menyanggah siaran pers tersebut. Menurut rilis mereka pada 7 April 2021, seperti dikutip Antara, para pakar PBB tersebut telah salah mengartikan sengketa hukum dalam penjualan lahan untuk sirkuir. PTRI juga mengeluhkan bahwa para pakar tersebut merilis pernyataan tanpa proses dialog.
PTRI menegaskan akan segera merespons pernyataan pakar PBB tersebut dalam "pernyataan yang komprehensif, faktual, dan objektif berlandaskan hukum. untuk menjelaskan proyek pembangunan sirkuit Mandalika Lombok, NTB.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.

Redaksi
Topik :