Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 11 Oktober 2022

Lewat Amicus Curiae, 88 Organisasi Dukung KHDPK

Setelah Aliansi Selamatkan Hutan Jawa menggugat KHDPK ke PTUN Jakarta, Koalisi Pemulihan Hutan Jawa mendukungnya.

Seorang petani Sunda Hejo di Garut, Jawa Barat, menunjukkan pohon kopi yang ia tanam dalam areal hutan Perum Perhutani (Foto: Rifqi Fauzan/FD).

KHDPK atau kawasan hutan dengan pengelolaan khusus berujung di pengadilan. Dua kelompok besar penentang dan pendukung KHDPK berhadapan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Pada 10 Agustus 2022, Aliansi Selamatkan Hutan Jawa menggugat SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 287/2022 yang berisi areal Perhutani yang diambil untuk KHDPK. Luasnya 1,1 juta hektare atau hampir separuh luas hutan Jawa yang sejak masa penjajahan Belanda dikelola Perum Perhutani.

Aliansi Selamatkan Hutan Jawa terdiri dari Serikat Karyawan Perum Perhutani, Serikat Pekerja dan Pegawai Perhutani, Serikat Rimbawan Perhutani, Serikat Rimbawan Pembaharuan Perhutani. Ada juga Perkumpulan Bina Karya Patria, Lembaga Masyarakat Desa Hutan Sinar Harapan Kaledong, serta beberapa perwakilan pegawai Perhutani dan elemen masyarakat.

Dalam gugatan yang diwakili Denny Indrayana, guru besar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada dan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, itu pada intinya mereka menolak KHDPK dengan alasan pokok, Perhutani telah sukses melindungi hutan Jawa. Mereka khawatir, KHDPK justru akan merusak hutan Jawa.

Argumen ini mendapat tandingan 88 organisasi yang mendaftarkan amicus curiae ke PTUN Jakarta. Mereka menamakan Koalisi Pulihkan Hutan (KPH) Jawa. Mereka mendaftarkan naskah pembelaan terhadap KHDPK ke PTUN pada 11 Oktober 2022. 

Dalam rilis yang diwakili Koordinator KPH Jawa Edi Suprapto, koalisi ini menyebut bahwa petani penerima izin perhutanan sosial di Jawa menyambut baik kebijakan KHDPK. Mengutip petani, mereka mengatakan bahwa perhutanan sosial membuat petani jadi subjek pengelola hutan negara.

Dari enam tujuan KHDPK, salah satunya memang perhutanan sosial, selain pengukuhan kawasan hutan, rehabilitasi hutan, pemanfaatan jasa lingkungan. Pemerintah mengklaim KHDPK seluas 1,1 juta hektare itu adalah lahan-lahan kritis dan tak produktif serta areal yang sudah diberikan persetujuan perhutanan sosial.

Menurut Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto, dengan KHDPK memungkinkan Perhutani sebagai perusahaan negara kehutanan fokus ke bisnis. “Urusan sosial dan pemulihan hutan ditangani pemerintah,” katanya.

Dengan manfaat itu, KPH Jawa memberikan lima argument mendukung KHDPK:

Pertama, KHDPK tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. SK ini sesuai dengan semangat hak menguasai negara atas hutan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945. Sehingga, Menteri LHK sebagai representasi dari negara menjalankan kewenangannya. Selain itu, SK ini juga selaras dan tidak bertentangan dengan PP 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

Kedua, KHDPK memulihkan kerusakan hutan di Jawa. Setidaknya, setengah juta hektare hutan yang gundul di Jawa, saat ini telah pulih 60-70%. Hal itu terjadi karena lahan hutan tersebut dikelola oleh masyarakat melalui skema perhutanan sosial.

Sebagai contoh, kawasan hutan seluas 845 hektare di Desa Besole yang oleh Perhutani dibiarkan gundul selama bertahun-tahun, kini sebagian telah ditanami tanaman kayu berbagai jenis seperti sengon, jati, cengkeh, alpukat dan tanaman pertanian seperti pisang, singkong dan lain sebagainya. Sehingga saat ini, tutupan hutan mencapai 70%.

Sedangkan di Pasuruan, lahan hutan seluas 34 ha yang bertahun-tahun dibiarkan gundul, saat ini telah berhasil ditanami oleh masyarakat dengan tanaman kayu  pinus dan kayu lokal seperti sukun, klampok, nangka serta tanaman buah seperit jambu, jeruk, lengkeng dan kopi. Dengan demikian, Perhutanan Sosial sebagai salah satu kepentingan KHDPK terbukti mampu memulihkan hutan di Jawa yang selama ini dibiarkan gundul oleh Perhutani.

Ketiga, KHDPK meningkatkan produktivitas lahan. Perhutani kami nilai tidak optimal dalam menjalankan usahanya. Produktivitas lahan sangat rendah. Satu hektare lahan tiap tahun hanya menghasilkan pendapatan 1 juta rupiah dengan keuntungan antara sekitar seratus ribu rupiah saja. Hal ini jauh dari produktivitas hutan rakyat yang dimiliki oleh petani maupun areal perhutanan sosial yang dapat memperoleh keuntungan jutaan rupiah tiap tahun. Selain memulihkan kondisi hutan Jawa, KHDPK juga dapat menghentikan relasi menindas antara Perhutani dan masyarakat desa hutan yang selama ini mengalami kekerasan, teror, dan perbudakan.

Keempat, KHDPK menyelesaikan konflik tenurial hutan Jawa. Di Jawa, saat ini terdapat 5.000 lokasi seluas 107.334 hektare areal hutan yang dipergunakan masyarakat sejak jaman kolonial Belanda, di mana 35% untuk pertanian dan 65% berwujud permukiman penduduk.

Selama ini, para pemukim tidak memiliki kejelasan status kepemilikan atas tanahnya. Sehingga, mereka mengalami kerentanan serta sering mendapatkan ancaman dan label sebagai “penghuni liar”.

Dengan KHDPK yang salah satunya memiliki kepentingan untuk penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan, maka para pemukim tersebut berpotensi untuk mendapatkan kepastian hak atas tanah yang selama ini mereka hidupi.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, KPH Jawa menyimpulkan kebijakan KHDPK telah memenuhi prinsip keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. “Maka kami berpendapat dan mengusulkan agar PTUN Jakarta selayaknya tidak mengabulkan gugatan Aliansi Selamatkan Hutan Jawa KHDPK,” tulis Edi Suprapto.

Naskah amicus curiae KPH Jawa tentang KHDPK selengkapnya bisa dibaca di sini.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain