Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 17 Agustus 2020

Penyelamatan-penyelamatan Kekayaan Indonesia

Tiga peristiwa penyelamatan kekayaan Indonesia. Ancaman terbesar keragaman hayati adalah ketidaktahuan manusia.

Kakatua putih hasil tangkapan perdagangan liar yang siap dilepasliarkan kembali, 11 Agustus 2020.

MENJELANG perayaan kemerdekaan Indonesia ke-75 pada 17 Agustus 2020, ada beberapa peristiwa menggembirakan dalam hal penjagaan terhadap lingkungan.

Pada 11 Agustus lalu, ketika memperingati Hari Konservasi Alam Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melepasliarkan lebih dari seratus satwa endemik. Sebanyak 75 ekor burung dan 69 ekor reptil dikembalikan ke wilayah sebaran habitat asal mereka di Maluku.

Konstruksi Kayu

Menurut Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Wiratno pelepasan satwa endemik sebagai upaya konservasi in-situ (di habitat asli). Satwa-satwa itu merupakan hasil tangkapan KLHK dari perdagangan liar di Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Jakarta.

Jenis-jenis satwa yang dikembalikan itu adalaha tiga ekor kakatua putih, dua ekor kakatua tanimbar, 25 ekor kakatua maluku, sembilan ekor nuri bayan, 16 ekor nuri maluku, satu ekor nuri sayap hitam, lima katsuri ternate, dan empat perkici pelangi.  Sedangkan reptil 27 ekor soa layar dan 42 ekor kadal lidah biru.

Pihaknya berharap bahwa seluruh satwa yang saat ini dirawat di PPS Tegal Alur dapat dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya sehingga perannya sebagai salah satu elemen di dalam ekosistem dapat berfungsi dengan baik. 

Sehari kemudian, petugas menangkap satu truk yang membawa kayu tanpa dokumen di Kumai, Kalimantan Tengah. Setidaknya ada 28 meter kubik kayu balsa dalam truk tersebut. Menurut sopir tersebut, kayu-kayu dari hutan alam tersebut akan dikirim ke Jawa Timur melalui pelabuhan Panglima Utar. Ia menjadi tersangka dengan ancaman hukuman lima tahun.

Pada 15 Agustus 2020, tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, polisi, dan dokter hewan Universitas Syiah Kuala menyelamatkan anak gajah Sumatera yang terkena jerat nilon di Sigli, Aceh. Petugas menduga anak gajah tersebut terjerat nilon selama empat bulan.

Anak gajah tersebut diperkirakan berumur 4 tahun berjenis kelamin jantan dengan berat sekitar 1 ton. Jerat nilon itu melukai pergelangan kaki kiri bagian depan. Saat penyelamatan, tim dokter hewan yang melepaskan jerat dari pergelangan kaki anak gajah itu.

Dokter hewan yang melepaskan jerat nilon, memberi obat, dan memeriksa kesehatannya memutuskan bahwa anak gajah tersebut dalam kondisi prima sehingga tim memutuskan melepaskannya kembali hutan Aceh.

Jerat marak dipakai masyarakat untuk mengusir gajah yang dianggap mengganggu kebun mereka. Konflik manusia dan gajah tak kunjung selesai di pelbagai wilayah Indonesia. Pengetahuan masyarakat tak kunjung tumbuh dengan menemukan inovasi mengusir gajah tanpa melukainya.

Ekspansi permukiman dan menyusutnya hutan yang menjadi habitat gajah membuat manusia dan hewan besar itu bertemu di kebun atau hutan. Selain dijerat, gajah juga acap diburu untuk diperjualbelikan bagian-bagian tubuhnya.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang memasukkan gajah sebagai hewan dilindungi tak membuat penduduk jeri dengan melanggarnya. Gajah Sumatera adalah hewan besar yang terancam punah.

Petugas sedang mengobati luka di kaki gajah akibat jerat nilon yang dipasang penduduk di Aceh. Nilon diperkirakan menjerat kaki anak gajah ini selama empat bulan.

Data Forum Konservasi Gajah Indonesia menyebutkan kini hanya ada 22 kantong utama populasi gajah di tujuh provinsi. Populasi gajah Sumatera hanya 928 hingga 1.379 ekor, dengan luas jelajah sekitar 4.674.045.35 hektare. Dari jumlah itu, 85% gajah Sumatera berada di luar konservasi. Artinya peluang mereka bersinggungan dengan manusia menjadi sangat besar.

Gajah Sumatera terancam punah karena faktor manusia. Empat penyebab mereka punah adalah perburuan, konflik dengan manusia, jerat listrik dan racun, serta populasinya terisolasi. Dengan ancaman serius itu, melindunginya tak hanya dengan edukasi kepada masyarakat, tapi juga kebijakan dengan mengerem konversi lahan dan hutan menjadi peruntukan lain.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain