Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 22 Maret 2020

Disinfektan Penangkal Corona dari Cuka Kayu

Peneliti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuat disinfektan penangkal virus corona dari cuka kayu dan bambu. Lebih ampuh dibanding etanol dan salep komersial.

Disinfektan

DI masa pandemi flu corona seperti sekarang, disinfektan untuk menangkal virus mematikan ini menjadi barang langka. Ana Shanti, perempuan 42 tahun yang tinggal di Depok, Jawa Barat, hampir mati angin mendapatkannya. “Semua toko yang saya datangi persediaannya habis,” katanya. Padahal, ia butuh cairan alkohol itu untuk adiknya yang tetap bekerja karena bertugas di kantor jalan tol.

Kecemasan Shanti terjawab kini. Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berhasil memproduksi desinfektan yang bisa dibuat sendiri memakai bahan dasar cuka kayu dan bambu. Cuka kayu adalah cairan organik alami yang dihasilkan dari kondensasi asap pembakaran. Warnanya kuning-coklat tua dengan bau menyengat karena mengandung pelbagai komponen kimia.

Dari uji coba yang dilakukan BLI, dengan penelitian sejak 2010, cuka kayu dan bambu punya daya bunuh terhadap virus, bakteri, dan kuman 70 kali lipat dibanding alkohol. “Rasionya 1% cuka kayu lebih efektif dibanding etanol 70%,” kata Ratih Damayanti, peneliti di BLI yang menguji keampuhan cuka kayu ini, 21 Maret 2020.

KLHK pun merilis temuan ini setelah mengujicobanya di kantor BLI di Gunung Batu Bogor, Jawa Barat. Semua ruangan disemprot cuka bambu dan kayu untuk membunuh virus dan kuman yang bersarang di ruang-ruang kantor. “Layak untuk mengantisipasi penyebaran virus Corona Covid-19,” demikian pers rilis KLHK, 21 Maret 2020.

Ratih dan Irnayuli Sitepu menguji cuka kayu ini atas permintaan Kepala Bagian Diseminasi Agus Joko Simanto, untuk menguatkan penelitian manfaat asap cair bagi kesehatan, lewat perbandingan cuka dengan etanol dan salep antijamur yang dijual bebas di toko dan apotek. Hasilnya, cuka kayu jauh lebih efektif. “Kandungan utama cuka kayu dan bambu adalah asam asetat dan fenol,” kata Ratih. “Dua zat ini yang paling berpengaruh.”

Dalam laporan pengujiannya, Ratih dan Irna menyimpulkan bahwa, “Konsentrasi 1% cuka kayu atau bambu memiliki kemampuan lebih baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri dibandingkan etanol 70%, terlebih bila dibandingkan salep komersial.”

Pengujian efektivitas cuka kayu dan bambu.

Selain disinfektan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan KLHK juga memproduksi cairan pembersih tangan (hand sanitizer) dengan formula asap cair (cuka kayu), borneol, etanol, dan gliserol. Sama seperti disinfektan, pemakaiannya telah diujicobakan untuk lingkungan kantor dan dibagikan kepada para pegawai di lingkungan perkantoran BLI Kampus Gunung Batu, Bogor.

Menurut Profesor Gustan Pari, peneliti di BLI yang mengulik keampuhan cuka kayu ini, uji efektivitas ini menggunakan mikroorganisme bakteri yang terdapat pada telapak tangan dan udara di Laboratorium Mikrobiologi Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan di Bogor. Etanol, kata Gustan, adalah alkohol yang selama ini jadi bahan dasar membuat desinfektan.

Karena lebih efektif dibanding etanol, kata Gustan, asap cair produksi BLI ini layak dijadikan sebagai disinfektan terutama di tengah kelangkaan produk disinfektan di pasaran akibat permintaan yang tinggi di tengah pandemi corona. “Kami akan  segera memproduksinya secara massal untuk dibagikan ke lingkungan masyarakat yang membutuhkan,'” kata dia.

Ruang-ruang kerja BLI di Gunung Batu Bogor, Jawa Barat, telah disemprot disinfektan cuka bambu dan kayu ini untuk mencegah penyebaran virus corona. Dari pelbagai penelitian, virus corona—seperti umumnya virus flu yang lain—mati oleh sabun atau disinfektan berbahan alkohol.

Meski seperti flu, virus corona lebih mematikan karena menyerang organ paling lemah di tubuh manusia. Karena itu tingkat kematian tertinggi diderita oleh mereka yang terinfeksi berusia 60 tahun ke atas. Daya tularnya yang cepat membuat wabah corona menjangkiti lebih dari 80 negara dengan orang terinfeksi mencapai 214 ribu dan membunuh lebih dari 8.000 jiwa. Di Indonesia, hingga 21 Maret 2020, virus ini telah menginfeksi 450 orang dan membunuh 38 penduduk.

Di dunia penelitian asap cair dari pembakaran kayu, bambu, atau tempurung kelapa tergolong disinfektan terbaik. Masalahnya, aroma asap cair dari pembakaran terlalu menyengat. Sehingga, para peneliti menambahkan zat lain agar bau menyengat menjadi berkurang dan layak dikonsumsi.

Perbandingan pertumbuhan jabon yang disemprot dengan dan tanpa cuka kayu.

Selain dua zat kimia pembunuh virus itu, cuka kayu juga mengandung asam propionat, alkohol, mangan, nitorgen. Karena itu selain sebagai disinfektan, cuka kayu punya banyak manfaat, seperti:

  • Memacu pertumbuhan dan menguatkan akar tanaman
  • Menyuburkan tanah dan menghambat pertumbuhan hama dan penyakit tanaman
  • Meningkatkan kualitas dan memperbanyak buah hingga 70%
  • Meningkatkan jumlah mikroba yang berguna bagi tanah dan tanaman
  • Mengurangi hama penyakit pada lubang tanam, sehingga akar tanaman sehat
  • Mengurangi keguguran pada buah, dengan cara menyemprotkan campuran cuka kayu dan air pada bagian putik buah.
  • Cuka kayu dapat mengobati gatal-gatal pada kulit, dengan cara mengoleskan cuka kayu pada kulit yang gatal. Sebaiknya cuka kayu dipanaskan terlebih dahulu.
  • Menyerap racun yang terdapat dalam tubuh (detox).
  • Untuk bahan kosmetik dan obat lainnya.
  • Dapat menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri
  • Khususnya di industri karet, asap cair digunakan untuk menghilangkan bau. Juga digunakan untuk menggumpalkan lateks dan menjaga supaya karet tidak berubah warna. Dosis yang digunakan adalah 5 mililiter asap cair dilarutkan dalam 1 liter air.
  • Dapat digunakan sebagai pengawet makanan seperti tahu, bakso dan ikan sebagai pengganti formalin.
  • Dapat digunakan sebagai pengawet kayu.
  • Dapat digunakan pada penyamakan kulit.

Cuka kayu juga sudah dipakai untuk pelbagai produk seperti pengharum ruangan, obat anti nyamuk, sabun mandi dan sabun cuci, cat tembok, karbol, pembersih lantai, pembersih kandang, bio-pestisida, dan penyerap oli pada mesin.

Gambar oleh Kreuz_und_Quer dari Pixabay

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain