Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 13 Oktober 2024

Benarkah 80% Keanekaragaman Hayati Beradai di Wilayah Masyarakat Adat?

Banyak literatur menyebutkan 80% keanekaragaman hayati berada di wilayah adat. Sejumlah penulis coba menelusuri klaim ini.

Masyarakat adat (foto: Unsplash.com/Azzedine Rouichi)

MASYARAKAT adat dan biodiversitas dua hal yang tak bisa dipisahkan. Ada pernyataan bahwa 80% biodiversitas ditemukan di wilayah adat. Sebuah pernyataan yang sudah banyak beredar dan dikutip berbagai media selama 20 tahun, mulai dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), wartawan, ahli biologi, aktivis, bahkan PBB. Klaim 80% biodiversitas ditemukan di wilayah adat adalah klaim yang belum terbukti, berdasarkan artikel pendapat dari jurnal Nature.

Untuk melihat keabsahan klaim tersebut, para penulis artikel itu coba menelusuri asal-usul klaim tersebut dan seberapa sering mereka muncul dalam literatur. Mereka coba mencari dengan kombinasi kata kunci "masyarakat adat, "80%", "keanekaragaman hayati", "delapan puluh", dan berbagai kombinasi lain yang berkaitan.

Berdasarkan kutipan dalam berbagai literatur, sumber potensial yang paling awal memberi pernyataan “80% biodiversitas ada dalam wilayah adat” berasal dari sebuah bab Ensiklopedia Keanekaragaman Hayati edisi 2001. Pernyataan di dokumen tersebut dijadikan kutipan untuk tiga publikasi lain, termasuk dikutip dalam laporan Food and Agriculture Organization (FAO) pada 2009.

Namun, ensiklopedia tersebut sebenarnya menyebutkan bahwa “hampir 80% dari ekoregion terestrial dihuni oleh satu atau lebih masyarakat adat.” Dengan kata lain, pernyataan tersebut hanya mengkuantifikasi proporsi 136 ekoregion terestrial dunia yang menjadi tempat tinggal masyarakat adat. Sementara ada lebih dari 800 ekoregion yang tersebar di dunia.

Lalu pada 2002, UN Commission on Sustainable Development menyatakan bahwa “masyarakat adat memelihara 80% keanekaragaman hayati di dunia di atas tanah leluhur dan wilayah mereka.” Dalam enam tahun berikutnya, pernyataan-pernyataan yang mengklaim hal senada terus bermunculan.

Namun, jika dilihat dari popularitas dan seberapa sering angka tersebut dikutip, tampaknya laporan Bank Dunia di 2008 adalah yang paling banyak berkontribusi terhadap pengadopsian klaim "80%" tersebut. Laporan Bank Dunia memberikan sumber yang berasal dari publikasi World Resources Institute (WRI), sebuah organisasi penelitian nirlaba, pada 2005. Namun, publikasi WRI menyatakan bahwa “tujuh masyarakat adat di Filipina mempertahankan lebih dari 80% tutupan hutan asli dengan keanekaragaman hayati yang tinggi.”.

Total ada 348 dokumen yang telah ditelaah dan memuat kalim 80% keanekaragaman hayati ada di ruang hidup masyarakat adat. Beberapa telah dipublikasikan di platform mentereng seperti BioScience, The Lancet Planetary Health, Philosophical Transactions of the Royal Society, Nature, WWF, hingga Convention on Biological Diversity. Sedangkan hanya dua dokumen yang mempertanyakan keabsahan klaim tersebut.

Jika ditelusuri lebih jauh, sebagian tanah di dunia ini adalah milik masyarakat adat. Berdasarkan sebuah studi, masyarakat adat mengelola atau memiliki hak tenurial atas setidaknya 38 juta kilometer persegi di 87 negara. Luas area tersebut mewakili lebih dari seperempat permukaan daratan bumi dan bersinggungan dengan 40% kawasan lindung terestrial (hutan, sabana, dan rawa). 

Sekitar 60% dari mamalia darat yang memiliki data persebaran habitat, lebih dari 2.500 spesies, memiliki wilayah jelajah di lahan masyarakat adat. Keberadaan masyarakat adat memang telah diakui dalam berbagai laporan sebagai hal yang esensial dalam menjaga ekosistem di sekitarnya.

Pernyataan "80%" tersebut kemungkinan berasal dari kesalahan penafsiran atas pernyataan yang telah dipublikasikan. Tentu saja, mempertanyakan klaim tersebut bukan berarti mengecilkan peran masyarakat adat. Justru, kita mencegah terjadinya miskonsepsi. Meninggalkan klaim 80% itu artinya kita memiliki peluang untuk menggali fakta yang lebih tepat dan mengenal lebih dalam terkait peran masyarakat adat.

Ikuti percakapan tentang masyarakat adat di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain